DEFINISI
Green City adalah
suatu konsep dari upaya untuk meletarikan lingkungan dengan cara mengembangkan
sebagian lingkungan dari suatu kota menjadi lahan-lahan hijau yang alami agar
menciptakan kekompakan antara kehidupan alami dari lingkungan itu sendiri
dengan manusia dan alat-alat non-alamiah dari manusia itu. Konsep Green City
bertujuan agar terdapat keseimbangan dan kenyamanan dari manusia yang menghuni
dan lingkungan itu sendiri.
Masalah pemanasan
global yang terjadi di bumi ini bukan menjadi suatu topik yang asing lagi di
telinga kita. Bahkan banyak sekolah-sekolah dasar yang sudah memperkenalkan
masalah ini sejak dini pada anak-anak. Namun banyak orang yang seolah olah
menutup telinga mereka akan hal ini. Masih banyak yang kurang peduli pada
masalah lingkungan yang terjadi dibumi. Bumi adalah rumah bagi setiap mahluk
hidup yang tinggal didalamnya. Bukan hanya tanggung jawab beberapa orang. Perlu
kepedulian tinggi bagi seluruh manusia yang tinggal di bumi ini dan
bersama-sama menjaga bumi ini menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali.
Menerapkan konsep Green City pada setiap kota di seluruh negara
merupakan salah satu bentuk pelestarian keseimbangan alam yang paling mudah dan
tepat untuk dilaksanakan. Hanya diperlukan kesadaran penuh akan lingkungan pada
setiap masyarakat untuk melakukan penghijauan mulai dari sebagian kecil di
rumahnya. Dengan melakukan penghijauan kecil ini, jika dilakukan di semua rumah
yang ada disetiap kota, maka secara tidak langsung kota itu bisa disebut green city. Menerapkan pemikiran seperti ini tentu cara
yang paling optimal dewasa ini untuk mengatasi masalah lingkungan di bumi ini.
Dalam melakukan suatu
perencanaan bangunan seharusnya melakukan kajian AMDAL apakah dalam pengadaan
bangunan tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sekitar baik itu segi sosial,
ekonomi ataupun alam sekitar. Karena jika itu memberikan pengaruh yang cukup
besar maka bangunan tersebut sudah menyalahi konsep dasar dari green building.
Green city terdiri dari
delapan elemen, yaitu
1. Green planning and design (Perencanaan
dan rancangan hijau)
Perencanaan dan
rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip pada konsep
pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata guna lahan
dan tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang yang atraktif
dan estetik.
2. Green open space (Ruang
terbuka hijau)
Ruang terbuka hijau
adalah salah satu elemen terpenting kota hijau. Ruang terbuka hijau berguna
dalam mengurangi polusi, menambah estetika kota, serta menciptakan iklim mikro
yang nyaman. Hal ini dapat diciptakan dengan perluasan lahan taman, koridor
hijau dan lain-lain.
3. Green Waste (Pengelolaan
sampah hijau)
Green waste adalah
pengelolaan sampah hijau yang berprinsip pada reduce (pengurangan), reuse
(penggunaan ulang) dan recycle (daur ulang). Selain itu, pengelolaan sampah
hijau juga harus didukung oleh teknologi pengolahan dan pembuangan sampah yang
ramah lingkungan.
4. Green transportation (Transportasi
hijau)
Green transportation
adalah transportasi umum hijau yang fokus pada pembangunan transportasi massal
yang berkualitas. Green transportation bertujuan untuk meningkatkan penggunaan
transportasi massal, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi, penciptaan
infrastruktur jalan yang mendukung perkembangan transportasi massal, mengurangi
emisi kendaraan, serta menciptakan ruang jalan yang ramah bagi pejalan kaki dan
pengguna sepeda.
5. Green water (manajemen
air yang hijau)
Konsep green water bertujuan untuk penggunaan air yang hemat
serta penciptaan air yang berkualitas. Dengan teknologi yang maju, konsep ini
bisa diperluas hingga penggunaan hemat blue water (air baku/ air segar), penyediaan air
siap minum, penggunaan ulang dan pengolahan grey water (air yang telah digunakan), serta
penjagaan kualitas green water (air
yang tersimpan di dalam tanah).
6. Green energy (Energi
hijau)
Green energi adalah
strategi kota hijau yang fokus pada pengurangan penggunaan energi melalui
penghemetan penggunaan serta peningkatan penggunaan energi terbaharukan,
seperti listrik tenaga surya, listrik tenaga angin, listrik dari emisi methana
TPA dan lain-lain.
7. Green building (Bangunan
hijau)
Green building adalah
struktur dan rancangan bangunan yang ramah lingkungan dan pembangunannya
bersifat efisien, baik dalam rancangan, konstruksi, perawatan, renovasi bahkan
dalam perubuhan. Green building harus bersifat ekonomis, tepat guna, tahan
lama, serta nyaman. Green building dirancang untuk mengurangi dampah negatif
bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan penggunaan energi,
air, dan lain-lain yang efisien, menjaga kesehatan penghuni serta mampu
mengurangi sampah, polusi dan kerusakan lingkungan.
8. Green Community (Komunitas
hijau)
Green community adalah
strategi pelibatan berbagai stakeholder dari kalangan pemerintah, kalangan
bisnis dan kalangan masyarakat dalam pembangunan kota hijau. Green community
bertujuan untuk menciptakan partisipasi nyata stakeholder dalam pembangunan
kota hijau dan membangun masyarakat yang memiliki karakter dan kebiasaan yang
ramah lingkungan, termasuk dalam kebiasaan membuang sampah dan partisipasi
aktif masyarakat dalam program-program kota hijau pemerintah.
Konsep Green City
Pertumbuhan kota yang
cepat terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia.
Kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut salah satunya
dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang pesat pula, dan urbanisasi menjadi
salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan kebutuhan
lahan meningkat.
Pertumbuhan kota yang
demikian tentu akan mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan
terbangun yang sangat luas mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi yang
berdampak pada meningkatnya polusi udara perkotaan, selain itu juga menimbulkan
costly dan pemborosan. Lihat saja Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia,
kota tersebut sudah mengalami perkembangan yang terlalu besat sehingga
mengalami “overload”, menjadikan kota tersebut sebagai kota yang tidak layak
untuk ditinggali. Bahkan sempat muncul isu tentang pemindahan ibukota akibat
ketidaklayakannya. Belum lagi kota-kota besar lain yang mulai berkembang
seperti Surabaya, Bandung, dll.
Berdasarkan keadaan itu, dalam melakukan perencanaan kota
dibutuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan. Ada beberapa
konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah konsep Green City yang selaras dengan alam.
Green City dikenal
sebagai kota ekologis. Kota yang secara ekologis juga dapat dikatakan kota yang
sehat. Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota
dengan kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari
suatu kota yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan
mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum
masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan
kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota
masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders).
Kriteria konsep Green City:
1. Pembangunan kota
harus sesuai peraturan UU yang berlaku, seperti UU 24/2007: Penanggulangan
Bencana (Kota hijau harus menjadi kota waspada bencana), UU 26/2007: Penataan
Ruang, UU 32/2009: Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll.
2. Konsep Zero Waste
(Pengolahan sampah terpadu, tidak ada yang terbuang).
3. Konsep Zero Run-off
(Semua air harus bisa diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
4. Infrastruktur Hijau
(tersedia jalur pejalan kaki dan jalur sepeda).
5. Transportasi Hijau
(penggunaan transportasi massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan,
mendorong penggunaan transportasi bukan kendaraan bermotor – berjalan kaki,
bersepeda, delman/dokar/andong, becak.
6. Ruang Terbuka Hijau
seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
7. Bangunan Hijau
8. Partisispasi
Masyarakat (Komunitas Hijau)
Kota-kota besar di
Indonesia perlu secara cermat mengatasi persoalan ledakan penduduk perkotaan
akibat urbanisasi yang brutal, tidak tertahankan, apabila kita berharap bahwa
kota-kota tersebut dapat menjadi layak huni di masa mendatang. Salah satunya
adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan redistribusinya, serta
peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan konsep Green
City krisis perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota
besar dan metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita
mampu menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara
lain dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan
pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan
pinggiran.
Terdapat beberapa pendekatan Green City yang dapat diterapkan
dalam manajemen pengembangan kota. Pertama adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini terdiri atas 5 konsep utama
yaitu konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya
penyeimbangan air, CO2, dan energi. Pendekatan kedua adalah konsep desa ekologis yang terdiri
atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan transportasi dengan contoh
penerapan antara lain: kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi
air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi
umum. Ketiga, konsep kawasan
perumahan berkoridor angin (wind corridor housing complex), dengan strategi
pengurangan dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau,
pengontrolan sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau. Keempat, konsep kawasan pensirkulasian air (water
circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk
menjadi air baku. Kelima, konsep taman
tadah hujan (rain garden).
Kelebihan dari konsep
Green City adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah
lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan
dan permasalahan lingkugan lainnya.
Kota Yang Berhasil Menerapkan
Green City (Kota Hijau) :
MALANG
Hutan kota adalah
komunitas vegetasi berupa pohon dan asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau
sekitar kota, berbentuk jalur, menyebar, atau bergerombol, dengan struktur
menyerupai/meniru hutan alam, membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan
bagi satwa dan menimbulkan lingkungan sehat, nyaman dan estetis.
Pengertian ini sejalan dengan PP No 63 Tahun 2002 tentang Hutan
Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat ekosistim yang dibentuk
menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi oleh
pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Penempatan areal hutan kota
dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh
pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan kota merupakan suatu ekosistim
dengan sistim terbuka.
Hutan kota diharapkan
dapat menyerap hasil negatif akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi.
Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang
sangat pesat di wilayah perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara
lain meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun,
dan hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya
vegetasi dan RTH (Zoer’aini, 2004; Sumarni, 2006).
Ruang terbuka hijau di
kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan perlu
dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan banjir atau
genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi untuk imbuhan
air tanah pada musim kemarau.
Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang dari
tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan kapasita
infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan air
tanah di kota Malang.
Jenis penelitian ini
adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini kapasitas resapan air
hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang. Metode pengambilan
sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) menggunakan metode
purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota Malang. Untuk
mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan eksisting ruang
terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun) kemudian analisis
data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) dihitung
dengan menggunakan metode Horton yang kemudian dipresentasikan agihannya.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau kota Malang tahun
1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka hijau kota Malang
tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang bervariasi, kapasitas infiltrasi
tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar 1797,81 cm/hari, sedangkan
kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu sebesar 30,64 cm/hari.
Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat tinggi atau >53 mm/jam,
hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan daerah resapan air yang sangat
baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau dengan luas keseluruhan 49277,5 m2
memberikan supplay air tanah sebesar 13594,536 m3/jam.
KOTA BANDUNG
Saat ini Kota Bandung
baru memiliki sekitar 1700 hektare RTH. Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang
memiliki luas 16.729,65 hektare ini adalah sekitar 6000 hektare. data Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup 2007, ruang terbuka hijau di Kota Bandung kini
tersisa 8,76 persen. Padahal idealnya sebuah kota harus memiliki ruang terbuka
hijau seluas 30 persen dari total luas kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ruang tebuka hijau di
Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada
kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan lindung beralih fungsi menjadi
kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi
sebagai resapan air, tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun
ke bumi. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir di beberapa titik.
Jika Kota Bandung
tanpa RTH, sinar matahari yang menyinari itu 90% akan menempel di aspal,
genting rumah, dan bangunan lainnya yang ada. sementara sisanya yang 10% akan
kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung menjadi panas. Namun,
jika bandung memiliki RTH sesuai dengan angka ideal, maka sinar matahari itu
80% diserap oleh pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali ke angkasa, dan 10%
nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.
Menurut data Badan
Pengendalian Lingkungan Hidup Bandung 2006, akibat berkurangnya persentase
ruang terbuka hijau di Bandung, setiap tahun permukaan tanah di Kota Kembang
ini menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan Siliwangi sendiri permukaan air
tanah berada pada kedudukan 14,35 meter dari sebelumnya 22,99 meter. Menurut
data yang dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat perbelanjaan di
Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang hijau.
Setiap 1000 megawatt
yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan menghasilkan
emisi karbon-dioksida 5,6 juta ton/ tahun. Ilustrasi lain, sebuah kendaraan
bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per 13 km dan tiap hari
mememerlukan BBM 10 liter maka akan menghasilkan emisi karbon-dioksida sebanyak
30 kg/hari atau 9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di
Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita asumsikan 500.000 kendaraan,
maka dari sektor transportasi Kota Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke
atmosfer sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.
Singkatnya, kondisi
hutan Kota Bandung benar-benar kritis, jauh dari angka ideal yang dibutuhkan
warga kota yang telah mencapai lebih dari 2,3 juta jiwa. Istilah lainnya,
wilayah RTH di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan saat ini jumlah pohon
perlindung sebanyak 229.649 pohon. Padahal, idealnya kata Kepala Dinas
Pertamanan Kota Bandung, Drs. Ernawan, jumlahnya 920.000 pohon pelindung atau
40% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan rumusan 2,3 juta jiwa
dikali 0,5 kg oksigen dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg, sama dengan 2,3 juta kali
0,4 kg oksigen dikali 1 pohon, menghasilkan 920.000 pohon.
Kota Yang Gagal Menerapkan
Green City ( Kota Hijau ) :
Kota Jakarta
Kota jakarta adalah
kota yang mengandung polusi udara terbesar di Indonesia terutama daerah Jakarta
yang terkenal gersang karena terik mataharinya yang tidak terserap oleh taman.
Jakarta kota dengan
polusi udara tertinggi se Indonesia dan ke tiga di dunia. Kandungan partikel
debu di udara Jakarta mencapai 104 mikrogram per meter kubik (tertinggi ke 9
dari 111 kota yang disurvey Bank Dunia pada 2004, sekarang angkanya mungkin
melonjak). Padahal, kalau mengacu pada Uni Eropa, ambang batas partikel debu di
udara yang bisa ditoleransi hanya 50 mikrogram per meter kubik. 57,8 % warga
Jakarta menderita penyakit akibat polusi udara. Biaya kesehatan yang
dikeluarkan oleh warga Jakarta untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh
pencemaran udara pada 1998 adalah Rp. 1,8 triliun, dengan laju
polusi udara yang meningkat drastis sejak 2011, diperkirakan pada 2015
biaya untuk mengobati penderita penyakit akibat polusi udara Jakarta akan
mencapai 4,3 triliun
Solusi :
Mengembangkan dan
perbanyak ruang terbuka hijau, serta dengan menjaga lingkungan agar tetap
hijau, tidak menebang pohon secara sembarangan serta melakukan
pembangunan ruang terbuka hijau, pemukiman dan pengelolaan sampah dan serta
dengan memberikan peraturan untuk masyarakat agar melindungi alam sekitar.
Sesuai peraturan yang ada dan menjaga lingkungan agar tetap hijau, tidak
menebang pohon demi pembangunan modern yang tidak berbasis lingkungan, dan
mengajarkan kepada masyarakat agar selalu berdampingan dengan alam
0 komentar:
Posting Komentar