1.
Mereview
Mazhab Teori Perencanaan dan berikan contohnya dan perbandingannya !
2.
Berikan
perbandingan dari ketiga mazhab !
Jawaban
1.
Review
Mazhab Perencanaan
a.
Teori perencanaan
rasional komprehensif merupakan salah satu
teori perencanaan yang dalam pelaksanaannya mengacu pada mazhab top-down
planning. Perencanaan rasional komprehensif menekankan pada akal pikiran dalam memecahkan segala
permasalahan yang terjadi di masyarakat. Masalah tersebut diselesaikan menggunakan pendekatan
ilmiah secara rasional dan mengutamakan hukum sebab-akibat, sehingga
menghasilkan analisis secara komprehensif serta beberapa alternatif perencanaan
dalam memecahkan masalah yang ada agar tidak menimbulkan permasalahan baru di
kemudian hari. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapakan teori
perencanaan rasional komprehensif dalam menyusun suatu perencanaan. Terdapat
beberapa produk yang dihasilkan dari teori perencanaan tersebut dalam
perencanaan tata ruang di Indonesia, diantaranya Rencanta Tata Ruang Wilayah
(RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana
Strategis, dll.
Teori perencanaan rasional komprehensif atau sipnotik adalah
sebuah teori yang berasal dari mazhab perencanaan dari atas ke bawah. Teori ini
mengedepankan pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran dan pertimbangan yang
logis serta berdasarkan data atau informasi yang lengkap dalam memecahkan suatu
permasalahan (Faludi, 2013). Pada tahap perencanaannya, pengambil
keputusan dihadapkan dengan berbagai pilihan alternatif dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing. Keputusan yang diambil harus sebijak mungkin dan
seadil mungkin karena keputusan tersebut harus dapat diterima oleh banyak pihak
dan sebisa mungkin tidak ada yang dirugikan serta tidak malah menimbulkan
masalah di masa depan.
Contoh Kasus
Sejak
tahun 2006, Pemerintah Kota Denpasar telah menginisiasikan rencana perubahan
Perda No. 10 Tahun 1999 Tentan RTRW Kota Denpasar. Rencana perubahan tersebut
dilandasi oleh produk perencanaan yang dinilai sudah kadaluarsa dan kondisi di
lapangan yang sudah banyak berubah sehingga dianggap sudah tidak relevan.
Berdasarkan hal tersebut, Bappeda Kota Denpasar melakukan revisi terhadap Perda
RTRW Kota Denpasar. Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi Kota
Denpasar adalah sebagai berikut:
a.
Terus
bertambahnya kebutuhan lahan baru untuk permukiman dalam rangka menampung
pertumbuhan penduduk yang demikian cepat dan hal ini menimbulkan meningkatnya
kepadatan di Kota Denpasar serta adanya proses densifikasi permukiman ke
kawasan pinggiran kota (urban sprawl);
b.
Tingginya
pertambahan jumlah penduduk terutama pendatang, membutuhkan tambahan sarana dan
prasarana perkotaan serta lapangan kerja yang mencukupi;
c.
Besarnya
potensi alih fungsi lahan sawah irigasi, akibat tuntutan permukiman dan
kegiatan produktif lainnya yang membutuhkan ruang, namun di sisi lain banyak
terdapat lahan tidur yang belum termanfaatkan;
d.
Kemacetan
lalu lintas pada beberapa ruas jalan utama yang disebabkan kurangnya dukungan
sistem infrastruktur terutama jaringan jalan dan terus menambahnya kepemilikan
kendaraan serta bercampurnya arus lalu lintas regional dan lokal pada kawasan
perkotaan di Kota Denpasar dan sekitarnya;
e.
Makin
mendominasinya kawasan perdagangan dan jasa pada jalan-jalan utama di Kota
Denpasar, sehingga Kota Denpasar terkesan lebih cenderung menjadi kota
perdagangan ketimbang kota budaya;
f.
Maraknya
pelanggaran-pelanggaran terhadap kawasan-kawasan perlindungan setempat seperti
kawasan sempadan pantai, Ruang Terbuka Hijau (RTH), sempadan jalan, sempadan
sungai, dan radius kawasan suci dan tempat suci;
g.
Mulai
berkurangnya kualitas pelayanan air bersih, persampahan, air limbah, drainase
akibat daya tampung jaringan yang ada beberapa diantaranya telah mencapai
kapasitasnya;
h.
Belum
terintegrasinya Struktur Tata Ruang Kawasan Metropolitan Sarbagita, yang dapat
mendorong keserasian hubungan fungsional antara Kota Denpasar sebagai kota inti
dengan ibukota kabupaten/kecamatan atau pusat-pusat kegiatan lainnya yang
berdekatan;
i.
Belum
adanya pengaturan tentang pemanfaatan ruang wilayah perairan dan laut sesuai
batas kewenangan 4 mil laut untuk pemerintah Kota/Kabupaten; dan
Rencana
Pemerintah Kota Denpasar untuk melakukan perubahan Perda No. 10 tahun 1999
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar sejatinya sudah muncul sejak
tahun 2006. Perubahan ini dilandasi pertimbangan bahwa Perda No. 10 tahun 1999
tentang RTRW Kota Denpasar dinilai sudah kadaluwarsa dan kondisi di lapangan
sudah banyak yang berubah. Berdasarkan fakta tersebut, Bappeda Kota Denpasar
telah merancang revisi Perda RTRW yang akan diberlakukan dalam menata ruang di
Kota Denpasar.
Bappeda
Kota Denpasar lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab terhadap perencanaan
pembangunan menginisiasikan perencanaan RTRW Kota Denpasar. Hal tersebut sesuai
dengan Pasal 14 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bahwa
urusan perencanaan dan pengendalian pembangunan menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Oleh karena itu, Bappeda melakukan perencanaan RTRW Kota Denpasar sejak
awal hingga melakukan pembahasan substansi. Karena sifat perencanaannya yang
teknis dan berpusat pada pemerintah atau lembaga negara, maka sesuai dengan
teori perencanaan rasional komprehensif.
Pada
proses penyusunan RTRW, Bappeda melakukan revisi terhadap Perda No. 10 Tahun
1999 Tentang RTRW Kota Denpasar, dengan melibatkan beberapa stakeholder
seperti perwakilan masyarakat, asosiasi profesi, dan instansi terkait yang
memberikan usulan dan masukan.
Berdasarkan
ilustrasi tersebut, Bappeda sebagai lembaga perwakilan negara menjadi perantara
netral yang ingin mencapai masyarakat yang stabil dengan pengetahuan teknis,
mendengarkan dan menerima aspirasi masyarakat, melakukan pembelajaran bersama
dengan para pihak yang dipengaruhi oleh implementasi dari suatu rencana. Hal
tersebut sesuai dengan teori perencanaan rasional komprehensif karena
mementingkan kepentingan masyarakat atau kelompok.
b.
Perencanaan
Kolaboratif
adalah pendekatan perencanaan yang terlihat ideal, sulit di implementasikan,
namun kunci dalam perencanaan kolaboratif adalah proses yang kolaborataif yang
jika di implementasikan kepada masyarakat umum yang non-kolaboratif akan
mendapatkan persetujuan dan kemauan dari masyarakat sesuai dengan kemauan dan
ke ingininan yang di harapkan.
Perencanaan kolaboratif merupakan
perencanaan yang berorientasi pada para pemangku kepentingan, melibatkan
stekholder dan tidak di batasi oleh waktu dan tempat. Perencanaan ini didasari
pada konsep struktural dan ommunicative action sehingga dalam prosesnya
perencanaan kolaborasi meliputi proses komunikasi, dialog dan transaksi. Hal
yang mendasar dari proses kolaborasi
adalah negoisasi yang terstruktur dalam penganbilan keputusan.
Perencanaan kolaborasi sangat bermanfaat jika terlepas dari
adanya tantangan keterbatasan penerapan adapun keberhasilan dari penerapan
perencanaan kolaboratif adalah :
1.
Perencanaan
kesepakatan.
2.
Efisiensi
proses kolaboratif di bandingkan dengan proses alternatif.
3.
Kepuasan
para pemangku kepentingan terhadap proses dan hasilnya.
4.
Manfaat
untuk pihak banyak orang secara keseluruhan.
Contoh
Kasus
Kasus pemindahan
pedagang kaki lima yang ada di Kota Solo, bahwa keberhasilan tersebut telah
melewati proses dialog yang panjang yang lakukan hingga 54 kali pertemuan
dengan masyarakat dan pihak terkait. Dengan menggunakan pendekatan kepada
masyarakat menanyakan kemauan dan maksud yang di ingankan dari masyarakat dan
juga membuatkan kesempatan bagi para masyarakat untuk meberikan masukan dan
menyuarakan pendapat mereka serta berdialog langsung dengan para masyarakat
yang terlibat. Ketika komunikasi sudah terjalan maka konsep penataan PKL
tersebut disusun dan disosialisasikan lagi kepada masyarakat dan pedagang yang
ada disana. Kemudian proses berlanjut dengan perencanaan pembangunan,
pelaksanaan dan relokasi. Model yang di gunakan dalam pendekatan ini adalah
dialogis dan komunikatif.
Dengan melihat keberhasilan perencanaan
kolaborasi pada pengelolaan lingkungan maka pendekatan ini tidak mustahil
dilakukan dalam pengelolaan sampah. Keterlibatan dan komitmen dari beberapa
pihak mulai dari pemangku kepentingan, masyarakat, perguruan tinggi, LSM,
pengusaha dan pemerintah sangat di perlukan keterlibatan ini di akomodir dalam
suatu bentuk proses perencanaan kolaboratif untuk menghasilkan keputusan yang
akan dilaksanakan bersama.
c.
Mazhab perencanaan hijau, juga dikenal sebagai
green planning, adalah salah satu pendekatan dalam perencanaan yang
mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutan dalam pengembangan wilayah.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap
lingkungan dan mempromosikan praktik-praktik yang ramah lingkungan.
Mazhab perencanaan
hijau mengakui pentingnya menjaga keindahan alam, keberlanjutan sumber daya
alam, dan kualitas lingkungan. Pendekatan ini juga mempertimbangkan aspek-aspek
seperti efisiensi energi, penggunaan lahan yang bijaksana, pengelolaan air yang
baik, dan perlindungan ekosistem.
Mazhab
perencanaan hijau merupakan salah satu pendekatan yang semakin diakui dan
diterapkan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Pendekatan ini bertujuan
untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Contoh Kasus
Salah satu contoh implementasi perencanaan
hijau di Indonesia adalah konsep kota hijau. Konsep ini melibatkan pengembangan
kota yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan
ekonomi. Beberapa kota di Indonesia, seperti Surabaya, Banda Aceh, dan
Surakarta, telah mengadopsi konsep kota hijau dalam perencanaan wilayah mereka.
Penerapan perencanaan hijau juga terkait
dengan pengembangan RTH. RTH merupakan area yang ditujukan untuk menjaga
keseimbangan ekosistem perkotaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan RTH di Indonesia telah
diteliti, termasuk di Kabupaten Rembang. Pemerintah Kota Surakarta juga telah
mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta
yang mencakup pengembangan RTH.
Selain itu, Indonesia juga memiliki lembaga
sertifikasi bangunan hijau, yaitu Green Building Council Indonesia (GBC
Indonesia). Lembaga ini didirikan pada tahun 2009 dan bertujuan untuk
mempromosikan penerapan prinsip-prinsip hijau, ekologis, keberlanjutan, dan
berkelanjutan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengoperasian bangunan serta
lingkungannya di Indonesia.
Dalam rangka mencapai Indonesia Hijau 2030,
perencanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap implementasi perencanaan hijau
menjadi penting. Beberapa lembaga, seperti Center for International Forestry
Research (CIFOR) dan World Agroforestry (ICRAF), telah berkontribusi dalam
penelitian dan publikasi terkait peran hutan dan pohon dalam menyelesaikan
tantangan global yang kritis.
Dalam konteks perencanaan wilayah di
Indonesia, mazhab perencanaan hijau telah menjadi bagian penting dalam
menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Implementasi
konsep kota hijau, pengembangan RTH, sertifikasi bangunan hijau, dan upaya
mencapai Indonesia Hijau 2030.
2.
Berikan
perbandingannya !
Dari ketiga mazhab diatas masing –
masing memiliki pendekatan dan pebandingan yang berbeda-beda di lihat dari
sudut pandang diatas :
a.
Teori
perencanaan Rasional dimana perencanaan ini mengedepankan atau menekankan pada
prinsip pemikiran yang rasional dalam
memecahkan masalah dan merencanakan suatu wilayah. Dan juga mengedepankan
pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran dan pertimbangan yang logis serta
berdasarkan data atau informasi yang lengkap dalam memecahkan suatu
permasalahan.
b.
Perencanaan
kolaboratif merupakan perencanaan yang berorientasi pada para pemangku
kepentingan, melibatkan stekholder dan tidak di batasi oleh waktu dan tempat.
Perencanaan ini didasari pada konsep struktural dan ommunicative action
sehingga dalam prosesnya perencanaan kolaborasi meliputi proses komunikasi,
dialog dan transaksi.
c.
perencanaan hijau adalah perencanaan yang mempertimbangkan aspek
lingkungan dan keberlanjutan dalam pengembangan wilayah. Mazhab perencanaan
hijau mengakui pentingnya menjaga keindahan alam, keberlanjutan sumber daya
alam, dan kualitas lingkungan. Pendekatan ini juga mempertimbangkan aspek-aspek
seperti efisiensi energi, penggunaan lahan yang bijaksana, pengelolaan air yang
baik, dan perlindungan ekosistem.
0 komentar:
Posting Komentar