Rabu, 11 Desember 2024

Mazhab Teori Perencanaan dan berikan contohnya dan perbandingannya

 

1.     Mereview Mazhab Teori Perencanaan dan berikan contohnya dan perbandingannya !

2.     Berikan perbandingan dari ketiga mazhab !

Jawaban

1.     Review Mazhab Perencanaan

a.     Teori perencanaan rasional komprehensif merupakan salah satu teori perencanaan yang dalam pelaksanaannya mengacu pada mazhab top-down planning. Perencanaan rasional komprehensif menekankan pada akal pikiran dalam memecahkan segala permasalahan yang terjadi di masyarakat. Masalah tersebut diselesaikan menggunakan pendekatan ilmiah secara rasional dan mengutamakan hukum sebab-akibat, sehingga menghasilkan analisis secara komprehensif serta beberapa alternatif perencanaan dalam memecahkan masalah yang ada agar tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari. Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapakan teori perencanaan rasional komprehensif dalam menyusun suatu perencanaan. Terdapat beberapa produk yang dihasilkan dari teori perencanaan tersebut dalam perencanaan tata ruang di Indonesia, diantaranya Rencanta Tata Ruang Wilayah (RTRW), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Strategis, dll.

Teori perencanaan rasional komprehensif atau sipnotik adalah sebuah teori yang berasal dari mazhab perencanaan dari atas ke bawah. Teori ini mengedepankan pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran dan pertimbangan yang logis serta berdasarkan data atau informasi yang lengkap dalam memecahkan suatu permasalahan (Faludi, 2013). Pada tahap perencanaannya, pengambil keputusan dihadapkan dengan berbagai pilihan alternatif dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Keputusan yang diambil harus sebijak mungkin dan seadil mungkin karena keputusan tersebut harus dapat diterima oleh banyak pihak dan sebisa mungkin tidak ada yang dirugikan serta tidak malah menimbulkan masalah di masa depan.

 

Contoh Kasus

       Sejak tahun 2006, Pemerintah Kota Denpasar telah menginisiasikan rencana perubahan Perda No. 10 Tahun 1999 Tentan RTRW Kota Denpasar. Rencana perubahan tersebut dilandasi oleh produk perencanaan yang dinilai sudah kadaluarsa dan kondisi di lapangan yang sudah banyak berubah sehingga dianggap sudah tidak relevan. Berdasarkan hal tersebut, Bappeda Kota Denpasar melakukan revisi terhadap Perda RTRW Kota Denpasar. Secara garis besar, permasalahan yang dihadapi Kota Denpasar adalah sebagai berikut:

a.   Terus bertambahnya kebutuhan lahan baru untuk permukiman dalam rangka menampung pertumbuhan penduduk yang demikian cepat dan hal ini menimbulkan meningkatnya kepadatan di Kota Denpasar serta adanya proses densifikasi permukiman ke kawasan pinggiran kota (urban sprawl);

b.   Tingginya pertambahan jumlah penduduk terutama pendatang, membutuhkan tambahan sarana dan prasarana perkotaan serta lapangan kerja yang mencukupi;

c.    Besarnya potensi alih fungsi lahan sawah irigasi, akibat tuntutan permukiman dan kegiatan produktif lainnya yang membutuhkan ruang, namun di sisi lain banyak terdapat lahan tidur yang belum termanfaatkan;

d.   Kemacetan lalu lintas pada beberapa ruas jalan utama yang disebabkan kurangnya dukungan sistem infrastruktur terutama jaringan jalan dan terus menambahnya kepemilikan kendaraan serta bercampurnya arus lalu lintas regional dan lokal pada kawasan perkotaan di Kota Denpasar dan sekitarnya;

e.   Makin mendominasinya kawasan perdagangan dan jasa pada jalan-jalan utama di Kota Denpasar, sehingga Kota Denpasar terkesan lebih cenderung menjadi kota perdagangan ketimbang kota budaya;

f.    Maraknya pelanggaran-pelanggaran terhadap kawasan-kawasan perlindungan setempat seperti kawasan sempadan pantai, Ruang Terbuka Hijau (RTH), sempadan jalan, sempadan sungai, dan radius kawasan suci dan tempat suci;

g.   Mulai berkurangnya kualitas pelayanan air bersih, persampahan, air limbah, drainase akibat daya tampung jaringan yang ada beberapa diantaranya telah mencapai kapasitasnya;

h.    Belum terintegrasinya Struktur Tata Ruang Kawasan Metropolitan Sarbagita, yang dapat mendorong keserasian hubungan fungsional antara Kota Denpasar sebagai kota inti dengan ibukota kabupaten/kecamatan atau pusat-pusat kegiatan lainnya yang berdekatan;

i.     Belum adanya pengaturan tentang pemanfaatan ruang wilayah perairan dan laut sesuai batas kewenangan 4 mil laut untuk pemerintah Kota/Kabupaten; dan

Rencana Pemerintah Kota Denpasar untuk melakukan perubahan Perda No. 10 tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar sejatinya sudah muncul sejak tahun 2006. Perubahan ini dilandasi pertimbangan bahwa Perda No. 10 tahun 1999 tentang RTRW Kota Denpasar dinilai sudah kadaluwarsa dan kondisi di lapangan sudah banyak yang berubah. Berdasarkan fakta tersebut, Bappeda Kota Denpasar telah merancang revisi Perda RTRW yang akan diberlakukan dalam menata ruang di Kota Denpasar.

Bappeda Kota Denpasar lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab terhadap perencanaan pembangunan menginisiasikan perencanaan RTRW Kota Denpasar. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 14 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, bahwa urusan perencanaan dan pengendalian pembangunan menjadi kewenangan pemerintah daerah. Oleh karena itu, Bappeda melakukan perencanaan RTRW Kota Denpasar sejak awal hingga melakukan pembahasan substansi. Karena sifat perencanaannya yang teknis dan berpusat pada pemerintah atau lembaga negara, maka sesuai dengan teori perencanaan rasional komprehensif.

Pada proses penyusunan RTRW, Bappeda melakukan revisi terhadap Perda No. 10 Tahun 1999 Tentang RTRW Kota Denpasar, dengan melibatkan beberapa stakeholder seperti perwakilan masyarakat, asosiasi profesi, dan instansi terkait yang memberikan usulan dan masukan.

Berdasarkan ilustrasi tersebut, Bappeda sebagai lembaga perwakilan negara menjadi perantara netral yang ingin mencapai masyarakat yang stabil dengan pengetahuan teknis, mendengarkan dan menerima aspirasi masyarakat, melakukan pembelajaran bersama dengan para pihak yang dipengaruhi oleh implementasi dari suatu rencana. Hal tersebut sesuai dengan teori perencanaan rasional komprehensif karena mementingkan kepentingan masyarakat atau kelompok.

 

b.     Perencanaan Kolaboratif adalah pendekatan perencanaan yang terlihat ideal, sulit di implementasikan, namun kunci dalam perencanaan kolaboratif adalah proses yang kolaborataif yang jika di implementasikan kepada masyarakat umum yang non-kolaboratif akan mendapatkan persetujuan dan kemauan dari masyarakat sesuai dengan kemauan dan ke ingininan yang di harapkan.

Perencanaan kolaboratif merupakan perencanaan yang berorientasi pada para pemangku kepentingan, melibatkan stekholder dan tidak di batasi oleh waktu dan tempat. Perencanaan ini didasari pada konsep struktural dan ommunicative action sehingga dalam prosesnya perencanaan kolaborasi meliputi proses komunikasi, dialog dan transaksi. Hal yang  mendasar dari proses kolaborasi adalah negoisasi yang terstruktur dalam penganbilan keputusan.

Perencanaan kolaborasi sangat bermanfaat jika terlepas dari adanya tantangan keterbatasan penerapan adapun keberhasilan dari penerapan perencanaan kolaboratif adalah :

1.     Perencanaan kesepakatan.

2.     Efisiensi proses kolaboratif di bandingkan dengan proses alternatif.

3.     Kepuasan para pemangku kepentingan terhadap proses dan hasilnya.

4.     Manfaat untuk pihak banyak orang secara keseluruhan.

Contoh Kasus

     Kasus pemindahan pedagang kaki lima yang ada di Kota Solo, bahwa keberhasilan tersebut telah melewati proses dialog yang panjang yang lakukan hingga 54 kali pertemuan dengan masyarakat dan pihak terkait. Dengan menggunakan pendekatan kepada masyarakat menanyakan kemauan dan maksud yang di ingankan dari masyarakat dan juga membuatkan kesempatan bagi para masyarakat untuk meberikan masukan dan menyuarakan pendapat mereka serta berdialog langsung dengan para masyarakat yang terlibat. Ketika komunikasi sudah terjalan maka konsep penataan PKL tersebut disusun dan disosialisasikan lagi kepada masyarakat dan pedagang yang ada disana. Kemudian proses berlanjut dengan perencanaan pembangunan, pelaksanaan dan relokasi. Model yang di gunakan dalam pendekatan ini adalah dialogis dan komunikatif.

Dengan melihat keberhasilan perencanaan kolaborasi pada pengelolaan lingkungan maka pendekatan ini tidak mustahil dilakukan dalam pengelolaan sampah. Keterlibatan dan komitmen dari beberapa pihak mulai dari pemangku kepentingan, masyarakat, perguruan tinggi, LSM, pengusaha dan pemerintah sangat di perlukan keterlibatan ini di akomodir dalam suatu bentuk proses perencanaan kolaboratif untuk menghasilkan keputusan yang akan dilaksanakan bersama.

 

c.      Mazhab perencanaan hijau, juga dikenal sebagai green planning, adalah salah satu pendekatan dalam perencanaan yang mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutan dalam pengembangan wilayah. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan dan mempromosikan praktik-praktik yang ramah lingkungan.

Mazhab perencanaan hijau mengakui pentingnya menjaga keindahan alam, keberlanjutan sumber daya alam, dan kualitas lingkungan. Pendekatan ini juga mempertimbangkan aspek-aspek seperti efisiensi energi, penggunaan lahan yang bijaksana, pengelolaan air yang baik, dan perlindungan ekosistem.

Mazhab perencanaan hijau merupakan salah satu pendekatan yang semakin diakui dan diterapkan dalam perencanaan pembangunan wilayah. Pendekatan ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan antara pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Contoh Kasus

Salah satu contoh implementasi perencanaan hijau di Indonesia adalah konsep kota hijau. Konsep ini melibatkan pengembangan kota yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Beberapa kota di Indonesia, seperti Surabaya, Banda Aceh, dan Surakarta, telah mengadopsi konsep kota hijau dalam perencanaan wilayah mereka.

Penerapan perencanaan hijau juga terkait dengan pengembangan RTH. RTH merupakan area yang ditujukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem perkotaan dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan RTH di Indonesia telah diteliti, termasuk di Kabupaten Rembang. Pemerintah Kota Surakarta juga telah mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surakarta yang mencakup pengembangan RTH.

Selain itu, Indonesia juga memiliki lembaga sertifikasi bangunan hijau, yaitu Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia). Lembaga ini didirikan pada tahun 2009 dan bertujuan untuk mempromosikan penerapan prinsip-prinsip hijau, ekologis, keberlanjutan, dan berkelanjutan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengoperasian bangunan serta lingkungannya di Indonesia.

Dalam rangka mencapai Indonesia Hijau 2030, perencanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap implementasi perencanaan hijau menjadi penting. Beberapa lembaga, seperti Center for International Forestry Research (CIFOR) dan World Agroforestry (ICRAF), telah berkontribusi dalam penelitian dan publikasi terkait peran hutan dan pohon dalam menyelesaikan tantangan global yang kritis.

Dalam konteks perencanaan wilayah di Indonesia, mazhab perencanaan hijau telah menjadi bagian penting dalam menciptakan lingkungan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Implementasi konsep kota hijau, pengembangan RTH, sertifikasi bangunan hijau, dan upaya mencapai Indonesia Hijau 2030.

 

2.     Berikan perbandingannya !

Dari ketiga mazhab diatas masing – masing memiliki pendekatan dan pebandingan yang berbeda-beda di lihat dari sudut pandang diatas :

a.     Teori perencanaan Rasional dimana perencanaan ini mengedepankan atau menekankan pada prinsip pemikiran yang rasional  dalam memecahkan masalah dan merencanakan suatu wilayah. Dan juga mengedepankan pengambilan keputusan berdasarkan pemikiran dan pertimbangan yang logis serta berdasarkan data atau informasi yang lengkap dalam memecahkan suatu permasalahan.

b.     Perencanaan kolaboratif merupakan perencanaan yang berorientasi pada para pemangku kepentingan, melibatkan stekholder dan tidak di batasi oleh waktu dan tempat. Perencanaan ini didasari pada konsep struktural dan ommunicative action sehingga dalam prosesnya perencanaan kolaborasi meliputi proses komunikasi, dialog dan transaksi.

c.      perencanaan hijau adalah perencanaan yang mempertimbangkan aspek lingkungan dan keberlanjutan dalam pengembangan wilayah. Mazhab perencanaan hijau mengakui pentingnya menjaga keindahan alam, keberlanjutan sumber daya alam, dan kualitas lingkungan. Pendekatan ini juga mempertimbangkan aspek-aspek seperti efisiensi energi, penggunaan lahan yang bijaksana, pengelolaan air yang baik, dan perlindungan ekosistem.

0 komentar:

Posting Komentar