Rabu, 11 Desember 2024

Ekonomi Keruangan

 

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam proses pembangunan di suatu wilayah seharusnya pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan yang harus dapat dicapai secara bersamaan. Pembangunan ekonomi dapat dikatakan berhasil apabila suatu wilayah/daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan taraf hidup masyarakat secara merata. Pertumbuhan ekonomi tanpa adanya pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya (kaya dan miskin) atau antara wilayah yang satu dengan yang lain (maju dan tertinggal). Ketimpangan yang tinggi dapat memunculkan berbagai permasalahan antara lain kecemburuan sosial, kerawanan disintegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar dan tajam. Dampak lain seperti peningkatan migrasi dari daerah yang miskin ke daerah yang maju, tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi rendah yang terlihat dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat berlanjut menjadi tindak kriminalitas, konflik antar masyarakat, dan dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.    

Ketimpangan antar wilayah juga turut mewarnai dinamika pembangunan manusia di Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia dan tidak meratanya pembangunan menyebabkan ketimpangan terjadi, baik antara perkotaan dengan perdesaan, antarprovinsi, antarkabupaten, antara kota dengan kabupaten. Dalam tujuan pembangunan wilayah sampai tahun 2024, Pemerintah Pusat terus berupaya mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sumatera. Salah satu sasaran yang harus dicapai dalam lima tahun mendatang adalah mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan mendorong percepatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia. 

Isu strategis yang juga menjadi fokus RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 adalah ketimpangan antar provinsi dalam wilayah pulau. Pulau Kalimantan tercatat memiliki ketimpangan yang cukup tinggi. Meskipun ketimpangan belum tentu merefleksikan keberhasilan kebijakan distribusi pembangunan namun tingkat ketimpangan yang rendah dapat menjadi cerminan belum meratanya tingkat pembangunan di seluruh wilayah. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals juga menyinggung mengenai ketimpangan, yakni pada tujuan kesepuluh.

Tujuan kesepuluh menyatakan bahwa pada tahun 2030 kesenjangan atau ketimpangan di dalam dan antar Negara semakin berkurang. Kesenjangan yang terjadi dapat mengancam pembangunan sosial maupun ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif perlu dilakukan untuk memastikan tersedianya kesempatan yang sama serta menurunkan kesenjangan pendapatan.

 


 

BAB II

LANDASAN TEORI

 A.    Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi merupakan sebuah kata yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan perubahan ekonomi dalam jangka panjang. Secara umum pembangunan ekonomi adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan PDRB suatu daerah secara terus menerus atau jangka panjang. Menurut Portes (dikutip dalam Nurman, 2015) mendefinisikan pembangunan sebagai trasformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat dalam jangka panjang.

Pembangunan merupakan proses multidimensi yang mencakup reorganisasi dan reorientasi seluruh sisitem ekonomi dan sosial. Pembangunan ekonomi mengharuskan perubahan dalam struktur kelembagaan, sosial, dan administrasi, serta perubahan sikap, kebiasaan dan kerpecayaan (Todaro & Smith, 2011). Namun disisi lain pembangunan ekonomi juga harus memperhatikan percepatan pertumbuhan ekonomi, persoalan ketimpangan pendapatan, permasalahan kekurangan pangan, pengentasan kemiskinan, serta keterbatasan sumber daya.

 B.    Teori Pembangunan Ekonomi

Terdapat beberapa teori mengenai pembangunan yang dicetus oleh para ahli ekonomi. berikut beberapa contoh teori pembangunan ekonomi, yaitu:

1.     Teori Akumulasi Modal Harrod-Domar

Purnamasari (2019)  menjelaskan Teori yang dicetus oleh R.F. Harrod dan Evsey Domar tentang tabungan dan investasi. Teori ini menyatakan bahwa dalam proses pembangunan perlu adanya ketersediaan modal dan investasi atau penanaman modal. Modal dan investasi sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan sebagai salah satu pendorong dalam kegiatan produksi. Dengan tingkat produktivitas yang tinggi akan dapat meningkatkan lapangan kerja di masyarakat, hal tersebut akan berdampak pada pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dari meningkatnya kesejahteraan masyarakat. berikut merupakan badan dari teori Harrod Domar.

2.     Teori Pembangunan Arthur Lewis

Prawoto (2019) Teori Arthur Lewis membahas proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa, yang mengikutsertakan proses urbanisasi serta pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja yang berasal dari desa harus dapat menyediakan upah subsisten dan upah “biaya pindah” agar tenaga kerja mau meninggalkan kampung halamannya. Teori ini juga membahas permasalahan pada negara berkembang, dimana terdapat dua sektor yang menjadi pokok permasalahannya, yaitu sektor tradisional yang memiliki tingkat produktivitas yang rendah namun memerlukan tenaga kerja yang banyak, dan sektor modern yang memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi dan dapat dijadikan sumber kapital.

3.     Teori Pembangunan Rostow

Teori Pembangunan ini dipelopori oleh Walt Whitman Rostow, dalam teorinya Rostow menjelaskan tentang lima tahap pembangunan yaitu sebagai berikut (Subandi, 2014):

1)    Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Tahap ini masyarakat digambarkan oleh Rostow sebagai masyarakat yang masih melakukan kegiatan produksi dengan cara tradisional baik dari segi alat yang digunakan maupun metode yang digunakan. Struktur masyarakat pada tahap ini sangat sulit berkembang dikarenakan faktor pendukung dalam kegiatan produksi masih sangat minim. Tidak hanya itu sikap masyarakat yang percaya akan hal-hal mistis yang tidak masuk akal juga masih sangat kental. Lanjutnya Rostow menyampaikan ciri-ciri dari masyarakat tradisional yaitu:

a) Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas perpekerja masih sangat rendah dan sebagian dari masyarakatnya bekerja dengan memanfaatkan sumber daya alam.

2)    Tahap Persyarakatan Lepas Landas (The Precondition for Take Off)

Tahap ini merupakan tahap yang sangat penting dalam menentukan arah perkembangan perekonomian pada tahap berikutnya. Diperlukan persiapan yang benar-benar matang agar dapat menjadi penopang untuk terus berkembang secara terus menerus dan berkesinambungan. Pada tahap ini dapat dibedakan menjadi dua ciri, yaitu:

a)     Tahapan yang merombak masyarakat tradisional lama yang telah ada. Seperti yang dilakukan oleh negara-negara di Afrika, Asia Timur, Timur Tengah dan Eropa.

b)    Tahapan yang tidak merombak masyarakat tradisional lama yang telah ada. Seperti yang terjadi di negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Salandia Baru.

 

3)    Tahap Lepas Landas (Take Off)

Tahap ini mulai terjadi perubahan pada sektor investasi yang diamana akan meningkat dan perbubahan-perubahan diberbagai hal lainnya. Ciri-ciri tahap lepas landas adalah sebagai berikut:

a)     Terjadinya kenaikan pada sektor investasi dari 5% atau kurang menjadi 10% dari total produk nasional neto.

b)    Laju pertumbuhan sektor industri terjadi sangat pesat pada satu atau beberapa sektor.

c)     Terciptanya satu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang digunakan untuk pertumbuhan dan perluasan di sektor modern dan potensi dari dampak eksternalitas diharapkan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara terus menerus.

 

4)    Tahap Menuju Kematangan (The Drive of Marturity)

Tahap ini akan ditandai dengan keadaan laju pertumbuhan perekonomian yang terus menerus tumbuh meskipun dengan laju pertumbuhan yang berfluktuatif. Tahap ini juga dapat dilihat dari pengimplementasian teknologi-teknologi modern secara menyeluruh pada setiap sektor perekonomian. Tidak hanya itu tahap ini juga ditandai dengan munculnya industri-industri baru yang mengakibatkan industri-industri lama ditinggalkan. Keadaan ini akan terjadi kenaikan output karena pemakian teknologi dalam kegiatan produksi yang akan berdampak pada barang yang sebelumnya diimpor, sekarang mampu diproduksi sendiri. 5) Tahap Konsumsi Tinggi (The Age of High mass Consumtion)

Tahap terakhir dari teori pembangunan ekonomi Rostow  yaitu tahap konsumsi tinggi. Pada tahap ini terjadi perubahan pada tingkat konsumsi masyarakat dikarenakan pendapatan riil perkapita meningkat hingga suatu titik masyarakat tidak hanya dapat membeli kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan. Pada sistem ketenagakerjaan juga berubah secara mendasar dikarenakan lapangan kerja yang tersedia di masyarakat  cukup banyak. Rostow menyebutkan pada tahap ini terdapat tiga macam tujuan masyarkat dalam persaingan, yaitu:

a)     Tujuan memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke negara lain.

b)    Tujuan menciptakan suatu kemakmuran yang merata pada masyarakat melalui penerapan sistem pajak prograsif dimana semakin besar pendapatan yang diperoleh seseorang maka semakin besar pajak yang dibebankan. Begitupula sebaliknya.

c)     Tujuan meningkatkan konsumsi masyarakat yang awalnya hanya mengkonsumsi barang kebutuhan pokok (primer) menjadi konsumsi kebutuhan skunder dan tersier.

4.     Teori Thomas Robert Malthus

Jhingan (2012) dalam bukunya menyatakan Teori Thomas Robert Malthus, dimana Malthus berpendapat bahwa proses pemabangunan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Menurutnya, proses pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dari naik turunnya perekonomian. Proses akumulasi modal merupakan salah satu faktor terpenting terhadap proses pembangunan ekonomi. Selanjutnya Malthus menyampaikan beberapa saran untuk proses pembangunan yaitu sebagai berikut:

1)    Terciptanya pertumbuhan yang seimbang diberbagai sektor ekonomi

2)    Pendistribusian kesejahteraan dan kepemilikan atas tanah secara adil

3)    Melakukan perluasan perdagangan baik perdagangan internal maupun perdagangan eksternal.

 C.    Ketimpangan Pembangunan

1.       Faktor Penyebab Ketimpangan Pembagunan

Ketimpangan pembangunan terjadi tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Sjafrizal (2012) ketimpangan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu: a. Perbedaan kandungan sumber daya alam 

Perbedaan kandungan sumber daya alam oleh setiap daerah merupakan salah satu yang dapat menimbulkan ketimpangan pembangunan antardaerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini pasti akan mempengaruhi aktivitas produksi pada masingmasing daerah. Daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam dalam jumlah yang lumayan dapat menghasilkan dapat menghasilkan produk berupa barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang relatif lebih murah, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Sedangkan daerah yang memiliki sedikit kandungan sumber daya alam perlu memakan sedikit biaya yang akan meningkatkan biaya produksi suatu barang atau jasa yang dapat membuat daya saing menjadi lemah, sehingga hal tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut menjadi lebih lamban. 

2.       Perbedaan kondisi demografis

Perbedaan kondisi demografis disini meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam etos kerja yang dipegang oleh masyarakat, dan perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan pada masyarakat, semua hal tersebut merupakan faktor demografis yang dapat memicu terjadinya ketimpangan. Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat setempat. Daerah yang memiliki kondisi demografis yang baik kebanyakan akan memiliki tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi. Hal tersebut tentu akan menjadi salah satu pendorong terhadap peningkatan investasi yang akan menyebabkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut akan ikut meningkat. Sebaliknya jika kondisi demografis di daerah tersebut kurang baik, ini akan berdampak pada tingkat produktivitas kerja masyarakat yang jauh lebih rendah dan tentu saja para investor tidak akan melakukan investasi, sehingga akan berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang cenderung lebih lambat di daerah tersebut.

3.       Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi antar daerah. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa akan berakibat pada kelebihan produksi yang tidak dapat di perdagangkan ke daerah yang membutuhkan. Akibatnya daerah yang memilliki kekurangan baik barang produksi ataupun jasa akan sulit mendororng proses pembangunan di daerahnya. d. Konsentrasi kegiatan ekonomi suatu wilayah

Aktivitas ekonomi akan terfokus pada daerah yang memiliki sarana dan prasarana transportasi yang lebih baik, daerah yang memiliki kandungan sumber daya alam yang melimpah, dan kualitas demografis lebih baik dengan kuantitas yang cukup. Daerah dengan konsentrasi aktivitas ekonomi yang tinggi dapat membuat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut jauh lebih cepat yang akan mendorong proses pembangunan. Sebaliknya daerah yang memiliki konsentrasi aktivitas ekonomi yang rendah akan membuat pertumbuhan ekonomi akan melambat dikarenakan tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat pendapatan yang rendah sehingga ikut menghambat proses pembangunan. e. Alokasi dana pembangunan antar wilayah

Alokasi dana pembangunan ini dapat diperoleh dari pemerintah maupun swasta. Daerah yang memperoleh dana yang lebih besar akan cenderung memiliki ketimpangan yang jauh lebih rendah. Sebaliknya daerah yang memperoleh dana yang lebih rendah maka ketimpangan didaerah tersebut cenderung tinggi.

 

4.       Teori Ketimpangan Pembangunan

Ketimpangan pembangunan merupakan suatu hal yang wajar dalam sebuah proses pembangunan. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan ketimpangan pembangunan, yaitu:

a)     Hipotesis Neo-Klasik

Sjafrizal (2012) dalam bukunya menjelaskan Hipotesis NeoKlasik dimana Douglas C North merupakan orang yang pertama kali membahas ketimpangan pembangunan antar wilayah dalam analisisnya tentang Teori Pertumbuhan Neo Klasik. Pada teori ini muncul sebuah hipotesis tentang hubungan antar tingkat pembangunan ekonomi nasinal terhadap tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah. oleh karena itu, hipotesis tersebut tersebut sekarang lebih dikenal dengan hipotesis noeklasik. setelah itu pada priode selanjutnya pembangunan akan terus berjalan sedangkan tingkat ketimpangan akan terus menerus. dengan demikian kurva ketimpangan pembangunan berbentuk huruf U terbalik dapat dilihat pada gambar dibawah ini,





 

b)    Teori Keterbelakangan dan Pembangunan Ekonomi

Teori ini pelopori oleh Mydral dalam teorinya dia menjelaskan ketimpangan pembangunan menggunakan spread effect dan bakcwash effect untuk melihat pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan  ke daerah sekitar (Jhingan, 2012). Spread effect (dampak sebar) dapat diartikan sebagai suatu pengaruh yang mendatangkan keuntungan (favourable effect), efek ini akan membuat aliran kegiatan ekonomi di pusat pertumbuhan menyebar ke daerah terbelakang. Backwash effect (dampak balik) yang memiliki arti  sebagai pengaruh yang berakibat kerugian (infavourable effect) efek ini akan membuat daerah pusat menyerap segala kegiatan ekonomi sehingga kegiatan ekonomi hanya berfokus pada daerah pusat.  Daerah yang memiliki backwash effect yang lebih besar akan berpotensi memiliki ketimpangan pembangunan antar wilayah.

0 komentar:

Posting Komentar