PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam proses pembangunan di suatu wilayah
seharusnya pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi merupakan dua tujuan yang
harus dapat dicapai secara bersamaan. Pembangunan ekonomi dapat dikatakan
berhasil apabila suatu wilayah/daerah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
serta meningkatkan taraf hidup masyarakat secara merata. Pertumbuhan ekonomi
tanpa adanya pemerataan ekonomi akan memperlebar jurang pemisah antara satu
kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya (kaya dan miskin) atau
antara wilayah yang satu dengan yang lain (maju dan tertinggal). Ketimpangan
yang tinggi dapat memunculkan berbagai permasalahan antara lain kecemburuan
sosial, kerawanan disintegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar
dan tajam. Dampak lain seperti peningkatan migrasi dari daerah yang miskin ke
daerah yang maju, tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi rendah yang terlihat
dalam bentuk kecemburuan dan ketidakpuasan masyarakat yang dapat berlanjut
menjadi tindak kriminalitas, konflik antar masyarakat, dan dapat mengurangi
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Ketimpangan antar wilayah juga turut
mewarnai dinamika pembangunan manusia di Indonesia. Luasnya wilayah Indonesia
dan tidak meratanya pembangunan menyebabkan ketimpangan terjadi, baik antara
perkotaan dengan perdesaan, antarprovinsi, antarkabupaten, antara kota dengan
kabupaten. Dalam tujuan pembangunan wilayah sampai tahun 2024, Pemerintah Pusat
terus berupaya mendorong transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah Papua,
Maluku, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sumatera. Salah satu sasaran yang harus
dicapai dalam lima tahun mendatang adalah mengurangi kesenjangan antar wilayah
dengan mendorong percepatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia.
Isu strategis yang juga menjadi fokus
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2020-2024 adalah
ketimpangan antar provinsi dalam wilayah pulau. Pulau Kalimantan tercatat
memiliki ketimpangan yang cukup tinggi. Meskipun ketimpangan belum tentu
merefleksikan keberhasilan kebijakan distribusi pembangunan namun tingkat
ketimpangan yang rendah dapat menjadi cerminan belum meratanya tingkat
pembangunan di seluruh wilayah. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable
Development Goals juga menyinggung mengenai ketimpangan, yakni pada tujuan
kesepuluh.
Tujuan kesepuluh menyatakan bahwa pada
tahun 2030 kesenjangan atau ketimpangan di dalam dan antar Negara semakin
berkurang. Kesenjangan yang terjadi dapat mengancam pembangunan sosial maupun
ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif perlu dilakukan
untuk memastikan tersedianya kesempatan yang sama serta menurunkan kesenjangan
pendapatan.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan sebuah kata
yang erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, dan
perubahan ekonomi dalam jangka panjang. Secara umum pembangunan ekonomi adalah
proses yang bertujuan untuk meningkatkan PDRB suatu daerah secara terus menerus
atau jangka panjang. Menurut Portes (dikutip dalam Nurman, 2015) mendefinisikan
pembangunan sebagai trasformasi ekonomi, sosial dan budaya. Pembangunan adalah
proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat
dalam jangka panjang.
Pembangunan
merupakan proses multidimensi yang mencakup reorganisasi dan reorientasi
seluruh sisitem ekonomi dan sosial. Pembangunan ekonomi mengharuskan perubahan
dalam struktur kelembagaan, sosial, dan administrasi, serta perubahan sikap,
kebiasaan dan kerpecayaan (Todaro & Smith, 2011). Namun disisi lain
pembangunan ekonomi juga harus memperhatikan percepatan pertumbuhan ekonomi,
persoalan ketimpangan pendapatan, permasalahan kekurangan pangan, pengentasan
kemiskinan, serta keterbatasan sumber daya.
B. Teori Pembangunan Ekonomi
Terdapat beberapa teori mengenai
pembangunan yang dicetus oleh para ahli ekonomi. berikut beberapa contoh teori
pembangunan ekonomi, yaitu:
1. Teori
Akumulasi Modal Harrod-Domar
Purnamasari (2019) menjelaskan Teori yang dicetus oleh R.F.
Harrod dan Evsey Domar tentang tabungan dan investasi. Teori ini menyatakan
bahwa dalam proses pembangunan perlu adanya ketersediaan modal dan investasi atau
penanaman modal. Modal dan investasi sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan
sebagai salah satu pendorong dalam kegiatan produksi. Dengan tingkat
produktivitas yang tinggi akan dapat meningkatkan lapangan kerja di masyarakat,
hal tersebut akan berdampak pada pembangunan ekonomi yang dapat dilihat dari
meningkatnya kesejahteraan masyarakat. berikut merupakan badan dari teori
Harrod Domar.
2. Teori
Pembangunan Arthur Lewis
Prawoto (2019) Teori Arthur Lewis membahas
proses pembangunan yang terjadi antara daerah kota dan desa, yang
mengikutsertakan proses urbanisasi serta pengusaha yang mempekerjakan tenaga
kerja yang berasal dari desa harus dapat menyediakan upah subsisten dan upah
“biaya pindah” agar tenaga kerja mau meninggalkan kampung halamannya. Teori ini
juga membahas permasalahan pada negara berkembang, dimana terdapat dua sektor
yang menjadi pokok permasalahannya, yaitu sektor tradisional yang memiliki
tingkat produktivitas yang rendah namun memerlukan tenaga kerja yang banyak,
dan sektor modern yang memiliki tingkat produktivitas yang cukup tinggi dan
dapat dijadikan sumber kapital.
3. Teori
Pembangunan Rostow
Teori Pembangunan ini dipelopori oleh Walt
Whitman Rostow, dalam teorinya Rostow menjelaskan tentang lima tahap
pembangunan yaitu sebagai berikut (Subandi, 2014):
1) Tahap
Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)
Tahap ini masyarakat digambarkan oleh
Rostow sebagai masyarakat yang masih melakukan kegiatan produksi dengan cara
tradisional baik dari segi alat yang digunakan maupun metode yang digunakan.
Struktur masyarakat pada tahap ini sangat sulit berkembang dikarenakan faktor
pendukung dalam kegiatan produksi masih sangat minim. Tidak hanya itu sikap
masyarakat yang percaya akan hal-hal mistis yang tidak masuk akal juga masih
sangat kental. Lanjutnya Rostow menyampaikan ciri-ciri dari masyarakat
tradisional yaitu:
a) Tingkat produksi
perkapita dan tingkat produktivitas perpekerja masih sangat rendah dan sebagian
dari masyarakatnya bekerja dengan memanfaatkan sumber daya alam.
2) Tahap
Persyarakatan Lepas Landas (The Precondition for Take Off)
Tahap ini merupakan tahap yang sangat
penting dalam menentukan arah perkembangan perekonomian pada tahap berikutnya.
Diperlukan persiapan yang benar-benar matang agar dapat menjadi penopang untuk
terus berkembang secara terus menerus dan berkesinambungan. Pada tahap ini
dapat dibedakan menjadi dua ciri, yaitu:
a)
Tahapan yang merombak masyarakat
tradisional lama yang telah ada. Seperti yang dilakukan oleh negara-negara di
Afrika, Asia Timur, Timur Tengah dan Eropa.
b)
Tahapan yang tidak merombak masyarakat
tradisional lama yang telah ada. Seperti yang terjadi di negara-negara Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan Salandia Baru.
3) Tahap
Lepas Landas (Take Off)
Tahap ini mulai terjadi perubahan pada
sektor investasi yang diamana akan meningkat dan perbubahan-perubahan
diberbagai hal lainnya. Ciri-ciri tahap lepas landas adalah sebagai berikut:
a) Terjadinya
kenaikan pada sektor investasi dari 5% atau kurang menjadi 10% dari total
produk nasional neto.
b) Laju
pertumbuhan sektor industri terjadi sangat pesat pada satu atau beberapa
sektor.
c) Terciptanya
satu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perluasan di sektor modern dan potensi dari dampak
eksternalitas diharapkan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara terus
menerus.
4) Tahap
Menuju Kematangan (The Drive of Marturity)
Tahap ini akan ditandai dengan keadaan
laju pertumbuhan perekonomian yang terus menerus tumbuh meskipun dengan laju
pertumbuhan yang berfluktuatif. Tahap ini juga dapat dilihat dari
pengimplementasian teknologi-teknologi modern secara menyeluruh pada setiap
sektor perekonomian. Tidak hanya itu tahap ini juga ditandai dengan munculnya
industri-industri baru yang mengakibatkan industri-industri lama ditinggalkan.
Keadaan ini akan terjadi kenaikan output karena pemakian teknologi dalam
kegiatan produksi yang akan berdampak pada barang yang sebelumnya diimpor,
sekarang mampu diproduksi sendiri. 5) Tahap
Konsumsi Tinggi (The Age of High mass Consumtion)
Tahap terakhir dari teori pembangunan
ekonomi Rostow yaitu tahap konsumsi
tinggi. Pada tahap ini terjadi perubahan pada tingkat konsumsi masyarakat
dikarenakan pendapatan riil perkapita meningkat hingga suatu titik masyarakat
tidak hanya dapat membeli kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan.
Pada sistem ketenagakerjaan juga berubah secara mendasar dikarenakan lapangan
kerja yang tersedia di masyarakat cukup
banyak. Rostow menyebutkan pada tahap ini terdapat tiga macam tujuan masyarkat
dalam persaingan, yaitu:
a)
Tujuan memperbesar kekuasaan dan pengaruh
ke negara lain.
b)
Tujuan menciptakan suatu kemakmuran yang
merata pada masyarakat melalui penerapan sistem pajak prograsif dimana semakin
besar pendapatan yang diperoleh seseorang maka semakin besar pajak yang
dibebankan. Begitupula sebaliknya.
c)
Tujuan meningkatkan konsumsi masyarakat
yang awalnya hanya mengkonsumsi barang kebutuhan pokok (primer) menjadi
konsumsi kebutuhan skunder dan tersier.
4. Teori
Thomas Robert Malthus
Jhingan (2012) dalam bukunya menyatakan
Teori Thomas Robert Malthus, dimana Malthus berpendapat bahwa proses
pemabangunan tidak dapat terjadi dengan sendirinya. Menurutnya, proses
pembangunan ekonomi merupakan suatu proses dari naik turunnya perekonomian.
Proses akumulasi modal merupakan salah satu faktor terpenting terhadap proses
pembangunan ekonomi. Selanjutnya Malthus menyampaikan beberapa saran untuk
proses pembangunan yaitu sebagai berikut:
1) Terciptanya
pertumbuhan yang seimbang diberbagai sektor ekonomi
2) Pendistribusian
kesejahteraan dan kepemilikan atas tanah secara adil
3) Melakukan
perluasan perdagangan baik perdagangan internal maupun perdagangan eksternal.
C. Ketimpangan Pembangunan
1. Faktor Penyebab Ketimpangan
Pembagunan
Ketimpangan pembangunan terjadi tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Sjafrizal (2012)
ketimpangan dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu: a. Perbedaan kandungan
sumber daya alam
Perbedaan kandungan sumber daya alam oleh
setiap daerah merupakan salah satu yang dapat menimbulkan ketimpangan
pembangunan antardaerah. Perbedaan kandungan sumber daya alam ini pasti akan
mempengaruhi aktivitas produksi pada masingmasing daerah. Daerah yang memiliki
kandungan sumber daya alam dalam jumlah yang lumayan dapat menghasilkan dapat
menghasilkan produk berupa barang dan jasa lebih banyak dengan biaya yang
relatif lebih murah, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah
tersebut. Sedangkan daerah yang memiliki sedikit kandungan sumber daya alam
perlu memakan sedikit biaya yang akan meningkatkan biaya produksi suatu barang
atau jasa yang dapat membuat daya saing menjadi lemah, sehingga hal tersebut
akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut menjadi lebih
lamban.
2. Perbedaan kondisi demografis
Perbedaan kondisi demografis disini
meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan kondisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam etos kerja yang dipegang oleh masyarakat,
dan perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan pada masyarakat, semua hal
tersebut merupakan faktor demografis yang dapat memicu terjadinya ketimpangan.
Kondisi demografis akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat
setempat. Daerah yang memiliki kondisi demografis yang baik kebanyakan akan
memiliki tingkat produktivitas kerja yang lebih tinggi. Hal tersebut tentu akan
menjadi salah satu pendorong terhadap peningkatan investasi yang akan
menyebabkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di daerah
tersebut akan ikut meningkat. Sebaliknya jika kondisi demografis di daerah
tersebut kurang baik, ini akan berdampak pada tingkat produktivitas kerja
masyarakat yang jauh lebih rendah dan tentu saja para investor tidak akan
melakukan investasi, sehingga akan berakibat pada pertumbuhan ekonomi yang
cenderung lebih lambat di daerah tersebut.
3. Kurang lancarnya mobilitas
barang dan jasa
Mobilitas barang dan jasa meliputi
kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi antar daerah. Kurang lancarnya
mobilitas barang dan jasa akan berakibat pada kelebihan produksi yang tidak
dapat di perdagangkan ke daerah yang membutuhkan. Akibatnya daerah yang
memilliki kekurangan baik barang produksi ataupun jasa akan sulit mendororng
proses pembangunan di daerahnya. d. Konsentrasi
kegiatan ekonomi suatu wilayah
Aktivitas ekonomi akan terfokus pada
daerah yang memiliki sarana dan prasarana transportasi yang lebih baik, daerah
yang memiliki kandungan sumber daya alam yang melimpah, dan kualitas demografis
lebih baik dengan kuantitas yang cukup. Daerah dengan konsentrasi aktivitas
ekonomi yang tinggi dapat membuat pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut jauh
lebih cepat yang akan mendorong proses pembangunan. Sebaliknya daerah yang
memiliki konsentrasi aktivitas ekonomi yang rendah akan membuat pertumbuhan
ekonomi akan melambat dikarenakan tingkat pengangguran yang tinggi dan tingkat
pendapatan yang rendah sehingga ikut menghambat proses pembangunan. e. Alokasi dana pembangunan
antar wilayah
Alokasi dana pembangunan ini dapat
diperoleh dari pemerintah maupun swasta. Daerah yang memperoleh dana yang lebih
besar akan cenderung memiliki ketimpangan yang jauh lebih rendah. Sebaliknya
daerah yang memperoleh dana yang lebih rendah maka ketimpangan didaerah
tersebut cenderung tinggi.
4. Teori Ketimpangan
Pembangunan
Ketimpangan pembangunan merupakan suatu
hal yang wajar dalam sebuah proses pembangunan. Terdapat beberapa teori yang
menjelaskan ketimpangan pembangunan, yaitu:
a) Hipotesis
Neo-Klasik
Sjafrizal (2012) dalam bukunya menjelaskan
Hipotesis NeoKlasik dimana Douglas C North merupakan orang yang pertama kali
membahas ketimpangan pembangunan antar wilayah dalam analisisnya tentang Teori
Pertumbuhan Neo Klasik. Pada teori ini muncul sebuah hipotesis tentang hubungan
antar tingkat pembangunan ekonomi nasinal terhadap tingkat ketimpangan
pembangunan antar wilayah. oleh karena itu, hipotesis tersebut tersebut
sekarang lebih dikenal dengan hipotesis noeklasik. setelah itu pada priode
selanjutnya pembangunan akan terus berjalan sedangkan tingkat ketimpangan akan
terus menerus. dengan demikian kurva ketimpangan pembangunan berbentuk huruf U
terbalik dapat dilihat pada gambar dibawah ini,
b) Teori
Keterbelakangan dan Pembangunan Ekonomi
Teori ini pelopori oleh Mydral dalam
teorinya dia menjelaskan ketimpangan pembangunan menggunakan spread
effect dan bakcwash effect
untuk melihat pengaruh penjalaran dari pusat pertumbuhan ke daerah sekitar (Jhingan, 2012). Spread
effect (dampak sebar) dapat diartikan sebagai suatu pengaruh
yang mendatangkan keuntungan (favourable effect),
efek ini akan membuat aliran kegiatan ekonomi di pusat pertumbuhan menyebar ke
daerah terbelakang. Backwash effect (dampak
balik) yang memiliki arti sebagai
pengaruh yang berakibat kerugian (infavourable effect)
efek ini akan membuat daerah pusat menyerap segala kegiatan ekonomi sehingga
kegiatan ekonomi hanya berfokus pada daerah pusat. Daerah yang memiliki backwash
effect yang lebih besar akan berpotensi memiliki ketimpangan
pembangunan antar wilayah.
0 komentar:
Posting Komentar