Rabu, 11 Desember 2024

SANKSI PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG DAERAH

 

MAKALAH

SANKSI PELANGGARAN PEMANFAATAN RUANG DAERAH



DAFTAR SAMPUL

Dosen:

Dr. Umar Mansyur

 

Disusun Oleh:

Andra Aswandi (072723013)

 

PROGRAM STUDI

MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PAKUAN

BOGOR



BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk disuatu Negara menuntut pemerintahnya untuk mempu menyediakan berbagai sarana dan pemenuhan hidup rakyatnya. Kewajiban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, terutama Negara yang menganut paham welfare state, sebagaimana halnya Indonesia. Negara dituntut untuk berperan lebih jauh dan melakukan campur tangan terhadap aspek-aspek pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Dengan adanya suatu kewajiban tersebut, maka timbullah suatu pertanyaan , bagaimanakah pemerintah dapat mengatur dan mengelola penggunaan dan pemanfaatan sumber daya alam, baik itu darat, laut maupun udara yang tersedia, dengan selalu memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang berbeda-beda , sehingga akan tercapai nya suatu tujuan Negara yaitu mensejahterakan masyarakatnya.

Keanekaragaman pemanfaatan sumber daya alam dalam usaha memacu pertumbuhan yang mendukung pemerataan serta peningkatan pertumbuhan ekonomi , diupayakan sejalan dengan kemampuan alam Indonesia yang beraneka ragam dan kebutuhan masyarakat yang semakin beranekaragam sekali, ekosistem yang terdapat di Indonesia. Selain itu juga permasalahan lain yang timbul yaitu pada sistem pemerintahan Indonesia, dimana saat ini terjadi perubahan dengan terdistribusinya kewenangan pemerintah pusat kedaerah dalam berbagai kepentingan pembangunan. Terlebih lagi setelah diberlakukanya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dimana daerah diberikan keleluasaan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi sumber daya yang dimilikinya.

Permasalahannya bahwa meningkatnya kebutuhan ruang dalam pelaksanaan pembangunan berimplikasi terhadap penggunaan ruang yang tidak sesuai dengan rencana peruntukkan. Padahal baik pada tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota telah disusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Melalui RTRW ini penggunaan ruang telah dipilah-pilah berdasarkan struktur dan fungsi ruang. Struktur dan fungsi ruang inilah yang seharusnya menjadi dasar dalam penggunaan ruang. Struktur ruang memuat susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sementara itu, pola ruang memuat distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.

 

 

B.    Tujuan

Ruang sebagai sumber daya perlu dikelola secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna demi kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dengan terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia dan terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu ada pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk mewujudkan tertib pemanfaatan ruang pengendalian pemanfaatan ruang yang baik agar pemanfaatan ruang yang di manfaatkan bagi manusia diatur secara baik dan sesuai dengan peruntukannya dan tidak secara asal-asalan juga dapat di kaitkan dengan keharmonisan antar lingkungan alam dan lingkungan buatan dengan adnya sanki-sanki yang dibuat oleh pihak yang berwewenang di harapkan mampu membawa lingkungan untuk manusia tetap terjaga dengan demikian mampu memberikan kehidupan yang lebih baik bagi anak cucu selanjutnya .

 

 

 

 

BAB II  TINJAUAN PUSTAKA

A.    Pengertian dan ruanglingkup Penataan Ruang

Luasnya cakupan perencanaan tata ruang mengarahkan penulis untuk mengungkapkan pengertian dan konsep dasar yang terkandung di dalamnya. Pengertian-pengertian yang tercakup kedalam konsep Penataan Ruang sebenarnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Namun demikian untuk dapat menambah khasanah, penulis akan mengemukakan juga pengertian dan konsep dasar dari Penataan Ruang, baik menurut peraturan perundang-undnagan maupun menurut para ahli.

A.    Definisi Ruang

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah Ruang sebagai salah satu tempat untuk melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumberdaya alam merupakan salah satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah Indonesia merupakan suatu asset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor lain sperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi dan seimbang.

Seperti yang telah diuraikan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa ruang terbagi kedalam beberapa kategori, yang diantaranya adalah :

a.     Ruang daratan adalah ruang yang terletak diatas dan di bawah permukaan daratan, termasuk permukaan perairan darat dan sisi darat dari garis laut terendah.

b.     Ruang lautan adalah ruang yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut dari sisi garis laut terendah termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya, dimana Negara Indonesia memiliki hak yuridiksinya.

c.     Ruang udara adalah ruang yang terletak diatas ruang daratan dan atau ruang lautan sekitar wilayah Negara dan melakat pada bumi.

B.    Definisi Tata Ruang

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, menjelaskan yang dimaksud dengan tata ruang adalah “wujud struktural ruang dan pola ruang”. Adapun yang dimaksud dengan wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara hirarkis berhubungan satu dengan yang lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan pola pemanfaatan ruang meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri, pertanian, serta pola penggunaan tanah perkotaan dan pedesaan, dimana tata ruang tersebut adalah tata ruang yang direncanakan, sedangkan tata ruang yang tidak direncanakan adalah tata ruang yang terbentuk secara alami, seperti aliran sungai, gua, gunung dan lain-lain.

Selanjutnya masih dalam peraturan tersebut, yaitu pasal 1 angka 5 yang dimaksud dengan penataan ruang adalah “suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang”.

C.    Tujuan Penataan Ruang

Penyelenggaraan Penataan Ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:

a.     Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;

b.     Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan

c.     Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.

 

D.    Rencana Penataan Ruang

Perencanaan atau planning merupakan suatu proses, sedangkan hasilnya berupa “rencana” (plan), dapat dipandang sebagai suatu bagian dari setiap kegiatan yang lebih sekedar refleks yang berdasarkan perasaan semata. Tetapi yang penting, perencanaan merupakan suatu komponen yang penting dalam setiap keputusan sosial, setiap unit keluarga, kelompok, masyarakat, maupun pemerintah terlibat dalam perencanaan pada saat membuat keputusan atau kebijakan-kebijakan untuk mengubah sesuatu dalam dirinya atau lingkungannya.

Pada Negara hukum dewasa ini, suatu rencana tidak dapat dihilangkan dari hukum administrasi. Rencana dapat dijumpai pada berbagai bidang kegiatan pemerintahan, misalnya dalam pengaturan tata ruang. Rencana merupakan keseluruhan tindakan yang saling berkaitan dari tata usaha Negara yang mengupayakan terlaksananya keadaan tertentu yang tertib (teratur). Rencana yang demikian itu dapat dihubungkan dengan stelsel perizinan (misalkan suatu perizinan pembangunan akan ditolak oleh karena tidak sesuai dengan rencana peruntukan).

Perencanaan adalah suatu bentuk kebijaksanaan, sehingga dapat dikatakan bahwa perencanaan adalah sebuah species dari genus kebijaksanaan. Masalah perencanaan berkaitan erat dengan perihal pengambilan keputusan serta pelaksanaannya. Perencanaan dapat dikaitkan pula sebagai pemecahan masalah secara saling terkait serta berpedoman kepada masa depan.

Saul M. Katz, mengemukakan alasan atau dasar dari diadakannya suatu perencanaan adalah:

1.     Dengan adanya suatu perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada pencapaian suatu perkiraan.

2.     Dengan perencanaan diharapkan terdapat suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan tidak hanya dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan, tetapi juga mengenai hambatan-hambatan dajn risiko-risiko yang mungkin dihadapi, dengan perencanaan mengusahakan agar ketidakpastian dapat dibatasi sedikit mungkin.

3.     Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara atau kesempatan untuk memilih kombinasi terbaik.

4.     Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan- urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, saran-saran maupun kegiatan usahanya.

5.     Dengan adanya rencana, maka ada nada suatu alat pengukur atau standar untuk mengadakan pengawasan atau evaluasi.12

Dalam kamus tata ruang dikemukakan yang dimaksud dengan rencana Penataan Ruang adalah “rekayasa atau metode pengaturan perkembangan tata ruang dikemudian hari”. Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No. 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang yang dimaksud dengan Rencana Tata Ruang adalah “hasil perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang”.

E.    Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Adanya pengendalian pemanfaatan ruang adalah jika adanya ketidaksesuaian pemanfaatan ruang. 20 Dimana pengendalian pemanfaatan ruang adalah sebagai usaha untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan rencana tata ruang. Pada Pasal 1 angka 15 UUPR dijelaskan bahwa Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah mewujudkan tertib tata ruang. Ketentuan mengenai Pengendalian Pemanfaatan Ruang diatur dalam Pasal 35 UUPR yang menyatakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Sementara itu, maksud pengendalian penataan ruang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 35, bahwa pengendalian pemanfaatan ruang dimaksudkan agar pemanfaatan ruang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang.21 Mengenai pengenaan sanksi diatur dalam Pasal 39 UU No. 26 Tahun 2007 yang merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.22 Dalam Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan penataan ruang, Pelaksanaan Pengendalian Pemanfaatan Ruang diatur dalam Pasal 147 sampai dengan Pasal 181.


BAB III PEMBAHASAN

A.    Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Dasar-dasar pengendalian pemanfaatan ruang memiliki tujuan menjamin tercapainya tertib tata ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang mencakup berbagai perangkat untuk memastikan rencana tata ruang dan pelaksanaannya berlangsung sesuai dengan rencana tata ruang yang ditetapkan. Prasyarat pengendalian berjalan efektif dan efisien; 1) produk rencana yang baik, berkualitas; 2) informasi yang akurat terhadap praktek-praktek pemanfaatan ruang yang berlangsung (informasi, perijinan, partisipasi). Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 bahwa pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang agar pembangunan baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan

Pelaksanaan RTRW Kabupaten Mojokerto melalui program pemanfaatan ruang perlu dikendalikan agar tetap sesuai dan selaras dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan dan disahkan. Upaya pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan pengawasan sampai dengan pemberian sanksi terhadap pelanggar RTRW yang disusun. Pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Mojokerto Nomor 9 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Mojokerto, diselenggarakan melalui penetapan indikasi:

1.     Arahan peraturan zonasi

Kebijaksanaan dan kegiatan penatagunaan tanah dan bangunan mutlak diperlukan untuk menjalankan program pemanfaatan ruang. Perwujudan penatagunaan tanah memerlukan instrumen khusus yang disebut peraturan zoning dan semacam pedoman penerapan peraturan tersebut dalam pelayanan umum harian. Peraturan zoning ini tidak hanya mengatur obyek tanah, tetapi juga obyek-obyek bangunan dan obyek kegiatan.

Selain itu peraturan zoning tidak hanya mengatur ijin, tetapi juga mengatur masalah- masalah pelayanan non perijinan. Arahan peraturan zonasi disusun sebagai dasar pelaksanaan pemanfaatan ruang, menyeragamkan arahan peruntukan ruang yang sama, dan sebagai arahan peruntukan fungsi ruang yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan dilarang, serta intensitas pemanfaatan ruang.

Undang-undang No.26 tahun 2007 Pasal 36 (Ayat 1) menyebutkan Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Ketentuan lain yang dibutuhkan, antara lain, adalah ketentuan pemanfaatan ruang yang terkait dengan keselamatan penerbangan, pembangunan pemancar alat komunikasi, dan pembangunan jaringan listrik tegangan tinggi.

2.     Arahan perizinan

Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU No.26 tahun 2007 adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang, ketentuan ini diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan penunjang terhadap penertiban pemanfaatan ruang adalah dengan menetapkan prosedur perijinan bagi setiap kegiatan melalui mekanisme perijinan kegiatan dan pengendalian pemanfaatan ruang secara dini. Pada mekanisme perijinan segala bentuk rekomendasi atau penetapan tentang lokasi akan diteliti dan diperiksa sesuai dengan perijinan, pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah dengan mekanisme/tata cara perijinan

3.     Arahan pemberian insentif dan disinsentif

Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam Undang-undang No.26 tahun 2007 dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Penerapan insentifatau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.

Insentif dapat diberikan antarpemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:

a.     Pemerintah kepada pemerintah daerah;

b.     Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan

c.     Pemerintah kepada masyarakat.

Adapun pengertian insentif dan disinsentif yang tertuang dalam undang-undang penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-undang No.26 Tahun 2007, insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a.   keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

b.   Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

c.   Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

d.   Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

 

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

a.   Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.

b.   Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

4.     Arahan sanksi administratif

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-undang No.26 tahun 2007 merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Untuk penertiban terhadap pelanggaran tata ruang, maka diperlukan penetapan sanksi pelanggaran dalam bentuk peraturan daerah, sepanjang pelanggaran tersebut tidak menimbulkan kerawanan dampak lingkungan dan mendapat persetujuan.

Penertiban pemanfaatan ruang pada dasarnya diperlukan untuk mengambil tindakan agar rencana penataan ruang dapat terwujud. Pada dasarnya pelanggaran penataan ruang ini terdiri atas : pelanggaran fungsi, pelanggaran peruntukkan dan pelanggaran teknis. Adanya pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang maka upaya untuk menertibkan hal tersebut secara langsung dan tidak langsung.

1.     Sanksi administratif ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang. Sanksi administratif ini antara lain: pembatalan ijin yang diperoleh, pencabutan atas hak atas rekomendasi suatu pembentukan. Denda administratif dilakukan terhadap:

a.   pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang;

b.   pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi;

c.   pemanfaatan    ruang    tanpa    izin    pemanfaatan    ruang    yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;

d.   pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;

e.   pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;

f.    pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan

g.   pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

2.     Sanksi perdata berupa pengenaan denda, pengenaan ganti rugi dan lain-lain. Sanksi perdata ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum.

3.     Sanksi pidana dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.

 

Pengenaan sangsi tdak hanya dberikan kepada pemanfaat ruang yang tdak sesuai dengan ketentuan perzinan pemanfaatan ruang, tetapi dkenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 73 undang-undang penataan ruang menyatakan bahwa sanksi yang diberikan kepada pejabat yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang dkenakan sanksi pidana dan dapat dikenakan sanksi tambahan berupa pemberhentian secara tdak hormat dari jabatannya.

Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan rung, dilakukan pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang. Pengawasan terdiri atas tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pengawasan dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

Pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan dan pelaksanaan penataan ruang dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya peraturan perundang-undangan, terselenggaranya upaya pemberdayaan seluruh pemangku kepentingan, dan terjaminnya pelaksanaan penataan ruang. Kegiatan pengawasan termasuk pula pengawasanmelekat dalam unsur-unsur structural pada setiap tingkatan wilayah.

Pengawasan Pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan dengan melibatkanperan masyarakat. Peran masyarakat tersebut dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan atau pengaduan kepada pemerintah dan pemerintah daerah. Pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian antara penyelenggaraan penataan ruang, Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota mengambil langkah penyelesaian sesuai dengan kewenangannya. Tindakan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan terhadap penyelenggaraan penataan ruang merupakan kegiatan mengamati dengan cermat, menilai tingkat pencapaian rencana secara objektif, dan memberikan informasi hasil evaluasi secara terbuka.

Apabila Bupati tidak melaksanakan langkah penyelesaian, Gubernur mengambil langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan Bupati. Jika Gubernur tidak melaksanakan langkah penyelesaian, Menteri mengambil langkah penyelesaian yang tidak dilaksanakan Gubernur. Dalam hal penyimpangan dalam penyelenggaraan penataan ruang, pihak yang melakukan penyimpangan dapat dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan pula pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang, dilakukan pula pengawasan terhadap kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang dan kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang. Dalam rangka peningkatan kinerja fungsi dan manfaat penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional disusun standar pelyanan penyelenggaraan penataan ruang untuk tingkat nasional. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang meliputi aspek pelayanan dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Standar pelayanan minimal tersebut mencakup standar pelayanan minimal bidang penataan ruang propinsi dan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang kabupaten. Standar pelayanan minimal merupakan hak dan kewajiban penerima dan pemberi layanan yang disusun sebagai alat pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin masyarakat memperoleh jenis dan mutu pelayanan dasar secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.

Jenis pelayanan dalam perencanaan tata ruang wilayah kabupaten antara lain dalah pelibatan masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten, sedangkan mutu pelayanannnya dinyatakan dengan frekwensi pelibatan masyarakat. Standar pelayanan minimal bidang penataan ruang kabupaten ditetapkan pemerintah sebagai alat untuk menjamin jenis dan mutu pelayanan dasar yang diberikan pemerintah kabupaten kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang.

Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah dilakukan dengan menggunakan pedoman bidang penataan ruang. Pengawasan ditujukan pada pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang.

Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, pemberian insentif dan disinsentif dalam penataan ruang diselenggarakan untuk meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang, memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan rencana tata ruang, dan meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentiangan dalam rangka pemanfaatan ruang yang sejalan dengan rencana tata ruang (Pasal 169). Insentif dapat diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang pada kawasan yang didorong pengembangannya dan dapat berbentuk insentif fiskal maupun insentif non-fiskal (pasal 171 ayat 1) begitu juga dengan disinsentif (pasal 176 ayat 1). Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (pasal 170 dan pasal 176).

A.    Kebijakan Pembangunan

Kebijakan pembangunan Kabupaten/wilayah meliputi perencanaan pembangunan daerah (RPJPD/RPJMD), perencanaan ruang wilayah RTRW, serta kebijakan sektoral. Masing-masing kebijakan memiliki ruang lingkup dan sasaran masing-masing, tetapi pada pembuatan kebijakan pembangunan tetap perlu memperhatikan kebijakan yang ada diatasnya maupun kebijakan pendukung yang terkait satu sama lain. Perencanaan Pembangunan Daerah (RPJP/RPJM) merupakan dokumen rencana pembangunan yang berisi penjabaran program pemerintah yang berisi rencana kegiatan yang memuat arah kebijakan umum, arahan pembangunan daerah, arahan pengembangan kualitas SDM, sistem kegiatan ekonomi, serta arahan pusat wisata berbudaya.

Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah (RTRW) dalam kebijaksanaan dan kegiatan penatagunaan tanah dan bangunan mutlak diperlukan untuk menjalankan program pemanfaatan ruang. Perwujudan penatagunaan tanah memerlukan instrumen khusus yang disebut peraturan zoning dan semacam pedoman penerapan peraturan tersebut dalam pelayanan umum harian. Peraturan zoning ini tidak hanya mengatur obyek tanah, tetapi juga obyek-obyek bangunan dan obyek kegiatan. Selain itu peraturan zoning tidak hanya mengatur ijin, tetapi juga mengatur masalah-masalah pelayanan non perijinan.

B.    Ketentuan Perijinan

Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 UU No.26 tahun 2007 adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang, ketentuan ini diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan penunjang terhadap penertiban pemanfaatan ruang adalah dengan menetapkan prosedur perijinan bagi setiap kegiatan melalui mekanisme perijinan kegiatan dan pengendalian pemanfaatan ruang secara dini. Pada mekanisme perijinan segala bentuk rekomendasi atau penetapan tentang lokasi akan diteliti dan diperiksa sesuai dengan perijinan, pengendalian terhadap pemanfaatan ruang wilayah dengan mekanisme/tata cara perijinan sebagai berikut :

a.  Pengarahan, pengaturan, dan pengendalian pada tahap gagasan/ide. Pada tahap ini investor/masyarakat/pemerintah memberi suatu studi kelayakan seperti prafeasibility study, feasibility study, dan feasibility economy.

b. Pengarahan, pengaturan dan pengendalian pada tahap pemberi ijin lokasi. Pada tahap ini terdapat 5 (lima) kegiatan yang berkaitan dengan permasalahan lokasi yaitu persetujuan prinsip pencadangan tanah, persetujuan penguasaan dan pembebasan tanah, persetujuan peruntukan ruang, persetujuan pemanfaatan ruang dan persetujuan tetangga sekitar.

c.  Pengarahan pengaturan dan pengendalian dalam rangka kegiatan membangun. Pada tahap ini ditekankan pada pengarahan, pengaturan dan pengendalian proses fisik terutama bangunan gudang, bangunan-bangunan bukan gedung dan bangunan-bangunan lama yang diremajakan (renewal).

d. Pengarahan, pengaturan dan pengendalian terhadap kegiatan berusaha. Pada tahap ini diutamakan untuk mengontrol kegiatan-kegiatan berusaha/usaha yang diisyaratkan sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi kota yang diharapkan.

e.  Pengarahan, pengaturan dan pengendalian dalam melakukan perubahan bangunan. Usaha yang dilakukan pada tahap ini dalam rangka menyelamatkan bangunan-bangunan yang mengandung nilai historis, budaya, seni arsitektur, yang dapat mencerminkan identitas/corak dari perkembangan kota atau wilayah. Untuk itu dalam rangka merobohkan suatu bangunan lama, perlu dilakukan penelitian dan tindakan selektif dalam melakukan pembongkaran.

f.  Khusus untuk perizinan pada kawasan yang pengendalian ketat yang termasuk dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang Pemanfaatan Ruang Pada Kawasan Pengendalian Ketat Skala Regional Propinsi Jawa Timur, di Kabupaten Mojokerto kawasan tersebut adalah ;

1)  wilayah aliran sungai, sumber air dan stren kali dengan sempadannya

2)  transportasi terkait kawasan jaringan jalan, perkeretaapian

3)  prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan pipa gas, jaringan SUTET, dan TPA terpadu

4)  kawasan rawan bencana

5)  area/lingkup kepentingan kawasan di sekitar jalan arteri/tol.

6)  kawasan konservasi alami, budaya, dan yang bersifat unik dan khas

 

Pemanfaatan ruang di kawasan tersebut di atas harus mendapatkan ijin dari Gubernur Propinsi Jawa Timur sesuai Bab III yang mengatur tentang ijin pemanfaatan ruang pasal 16 sampai 20. Izin pemanfaatan ruang tersebut terdiri atas:

1.   ijin prinsip merupakan persetujuan pendahuluan yang diberikan pada orang atau badan hukum untuk menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah kabupaten, yang sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi penataan ruang wilayah. Ijin prinsip diberikan untuk kegiatan usaha dan industry dengan criteria batasan luasan tanah lebih dari 5000 m2.

2.   ijin lokasi merupakan ijin yang diberikan pada orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal.

3.   ijin penggunaan pemanfaatan tanah (IPPT) merupakan ijin yang diberikan kepada pengusaha untuk kegiatan pemanfaatan ruang dengan criteria batasan luas tanah lsampai dengan 10.000 meter persegi.

4.   ijin mendirikan bangunan (IMB) merupakan ijin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

5.   ijin lain berdasarkan peraturan peundang-undangan merupakan ketentuan ijin usaha pertambangan, perkebunan, pariwisata, industri, perdagangan, dan pengembangan sektoral lainnya yang disyaratkan sesuai perundang- undangan.

 

C.    Ketentuan Insentif dan Disinsentif

Pelaksanaan pemanfaatan ruang agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam undang-undang No.26 tahun 2007 dapat diberikan insentif dan/atau disinsentif oleh Pemerintah dan pemerintah daerah. Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.

Insentif dapat diberikan antarpemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang. Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh:

1.   Pemerintah kepada pemerintah daerah;

2.   Pemerintah daerah kepada pemerintah daerah lainnya; dan

3.   Pemerintah kepada masyarakat.

Adapun pengertian insentif dan disinsentif yang tertuang dalam undang-undang penataan ruang adalah:

Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-undang No.26 Thaun 2007, yang merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

1.   keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

2.   Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

3.   Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

4.   Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

1.   Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang. Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.

2.   Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

 

D.    Arahan sanksi administratif

Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-undang No.26 tahun 2007 merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi. Untuk penertiban terhadap pelanggaran tata ruang, maka diperlukan penetapan sanksi pelanggaran dalam bentuk peraturan daerah, sepanjang pelanggaran tersebut tidak menimbulkan kerawanan dampak lingkungan dan mendapat persetujuan.

Penertiban pemanfaatan ruang pada dasarnya diperlukan untuk mengambil tindakan agar rencana penataan ruang dapat terwujud. Pada dasarnya pelanggaran penataan ruang ini terdiri atas : pelanggaran fungsi, pelanggaran peruntukkan dan pelanggaran teknis. Adanya pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang maka upaya untuk menertibkan hal tersebut secara langsung dan tidak langsung. Penertiban secara langsung, yakni melalui mekanisme penegak hukum yang diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Penertiban secara tak langsung, yakni pengenaan sanksi disinsentif terhadap pemanfaatan ruang antara lain melalui pajak/retribusi progresif atau melalui pembatasan.

Sanksi disinsentif secara umum mencakup ketentuan sebagai berikut:

1.     Terhadap seseorang atau badan usaha yang mendapatkan ijin pembebasan tanah untuk kepentingan tertentu dan telah melaksanakan pembebasan tanah sesuai dengan ketentuan, namun tidak segera dimanfaatkan atau dibangun sesuai dengan ijin yang ada (diterlantarkan) dapat dikenakan retribusi penundaan pemanfaatan ruang secara progresif sebelum terkenan ketentuan pencabutan hak atas tanah sesuai dengan UU No. 20 Tahun 1961.

2.     Bagi seseorang atau badan usaha yang menelantarkan tanah yang dikuasai dalam jangka waktu tertentu dapat dikenakan retribusi penundaan pemanfaatan ruang secara progresifs sebelum terkena ketentuan pencabutan hak atas tanah sesuai dengan UU No. 20 Tahun 1961.

 

Terhadap bangunan (yang dimiliki oleh seseorang atau badan usaha) yang menyimpang  dari  ketentuan  penataan  ruang  yang  ditetapkan,  seperti  misalnya pelanggaran sempadan bangunan, sempadan pagar dan lainnya yang untuk penyesuaiannya memerlukan partisipasi langsung dari pemilik bangunan dapat diberlakukan pengenaan retribusi penundaan tertib sempadan (atau tertib lainnya) secara progresif.

Tindakan penertiban ini dilakukan dalam bentuk sanksi administratif, sanksi perdata, sanksi pidana, dimana mengenai pengenaan sanksi tersebut diatas haruslah didasarkan pada peraturan/perundang-undangan yang berlaku dan sesuai dengan jenis pelanggarannya. Sanksi administratif ini dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang. Sanksi administratif ini antara lain: pembatalan ijin yang diperoleh, pencabutan atas hak atas rekomendasi suatu pembentukan. Denda administratif dilakukan terhadap:

1.   pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang;

2.   pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi;

3.   pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;

4.   pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;

5.   pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;

6.   pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum;

7.   pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Sanksi perdata berupa pengenaan denda, pengenaan ganti rugi dan lain-lain. Sanksi perdata ini dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum. Sanksi pidana dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan. Sanksi pidana dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.

Pengenaan sangsi tdak hanya dberikan kepada pemanfaat ruang yang tdak sesuai dengan ketentuan perzinan pemanfaatan ruang, tetapi dkenakan pula kepada pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 73 undang-undang penataan ruang menyatakan bahwa sanksi yang diberikan kepada pejabat yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata ruang dkenakan sanksi pidana dan dapat dikenakan sanksi tambahan berupa pemberhentian secara tdak hormat dari jabatannya.

E.    Zonasi Kawasan

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Mojokerto ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

a.     kegiatan yang diperbolehkan pada kawasan suaka alam dan cagar budaya meliputi:

1.     kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan; dan

2.     pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya di dalam kawasan cagar alam;

b.     kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi:

1.     kegiatan wisata yang tidak merusak lingkungan;

2.     pendirian bangunan yang menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata; dan

3.     kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan;

c.     kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi:

1.     kegiatan yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, monumen nasional, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu; dan

2.     kegiatan yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat setempat dan merusak kekayaan budaya.

Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Taman Majapahit kawasan Cagar Budaya Trowulan memiliki zona cagar budaya yang dibagi menjadi empat, yaitu 1) zona inti; 2) zona penyangga; 3) zona pengembangan; 4) zona penunjang. Menurut Undang-undang No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, zona inti (Protection Zone) adalah kawasan atau area yang dibutuhkan untuk perlindungan langsung bagi suatu Cagar Budaya untuk menjamin kelestarian cagar budaya. Zona penyangga (Buffer Zone) adalah suatu kawasan/ruang tambahan yang melingkupi cagar budaya yang diatur dengan peraturan tambahan, baik berupa larangan adat maupun hukum formal, dalam rangka memperkuat upaya perlindungan terhadap cagar budaya tersebut. Zona Pengembangan (Development Zone) adalah suatu kawasan atau area yang berada tidak jauh dari tempat keberadaan cagar budaya dan ditentukan secara khusus sebagai tempat untuk pengembangan cagar budaya atau untuk pembangunan umumnya yang terkendali. Zona Penunjang (Supporting Zone) adalah suatu kawasan atau area di dekat tempat keberadaan cagar budaya yang diperuntukkan bagi pendirian fasilitas penunjang aktivitas pelestarian situs.

Zonasi tersebut berfungsi untuk mengelompokkan berbagai jenis fungsi sehingga pembagian wilayah menjadi jelas dan tidak tercampur antar satu fungsi dengan fungsi lainnya. Kegiatan perkotaan yang berhirarki dengan satu sama lain dihubungkan oleh sistem jaringan prasarana. Struktur zona ini memiliki elemen pembentuk, seperti:

a.     Zona dari pelayanan jasa termasuk di dalamnya aktivitas perdagangan, pemerintahan, dan keuangan yang cenderung terdistribusi decara berkelompok dalam pusat pelayanan.

b.     Zona dari industri sekunder, pergudangan, dan perdagangan grosir yang cenderung berkumpul di suatu tempat.

c.     Zona permukiman sebagai tempat tingga masyarakat dan ruang terbuka hijau

d.     Jaringan transportasi yang menghubungkan antar zona-zona

 

Zonasi tersebut penting untuk menentukan skala prioritas pengembangan kawasan terutama kawasan cagar budaya. Dengan zonasi tersebut dapat ditentukan bentuk dan tindakan apa saja yang dapat dilakukan dalam suatu kawasan berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh masing-masing zona tersebut.

a.     Zona inti

Zona inti merupakan kawasan yang memiliki karakteristik kawasan lama/kuno, kawasan yang memiliki arti penting yang telah diketahui, dan kawasan yang secara non fisik merupakan lokasi pusat aktivitas sejarah dari berbagai etnis masyarakat. Kawasan yang menjadi generator adalah:

b.     Zona penyangga

Kawasan yang menjadi penyangga mempunyai karakteristik seperti kawasan yang berhubungan langsung dengan kawasan yang menjadi generator dan kawasan yang terpengaruh secara langsung dengan lokasi-lokasi zona inti. Dalam hal ini beberapa desa atau dusun yang terdapat situs cagar budaya di areanya. Kawasan Kampung Majapahit merupakan kawasan yang termasuk zona penyangga, sehingga tujuan pembangunan Kampung Majapahit untuk mengendalikan pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukan zona penyangga.

c.     Zona pengembangan

Kawasan yang berada di dalam area kawasan cagar budaya dan tidak memiliki keterhubungan langsung dengan generator aktivitas karena lokasinya yang jauh dan biasanya dikembangkan menjadi permukiman. Kawasan Kampung Majapahit merupakan kawasan yang termasuk zona pengembangan, sehingga tujuan pembangunan Kampung Majapahit untuk mengendalikan pemanfaatan ruang juga sesuai dengan peruntukan zona pengembangan.

d.     Zona penunjang

Kawasan penunjang berada pada sepanjang jalan utama penghubung Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang. Zona penunjang berupa sarana prasarana penunjang zona-zona lain. Sarana pada zona penunjang sebagian besar berupa perdagangan jasa, sebagian lainnya berupa pemerintahan, pendidikan, permukiman, dan industri kecil-sedang.

 

Pengendalian pemanfaatan ruang berupa peraturan zonasi pada kawasan Kampung Majapahit telah terbagi menjadi zona inti, zona penyangga, zona pengembangan, dan zona penunjang. Pembagian zonasi tersebut erat kaitannya dengan pemanfaatan lahan di kawasan Kampung Majapahit. Guna lahan eksisting dapat dikendalikan pembangunan dan perkembangannya dengan peraturan zonasi yang telah ada. pengembangan sektoral lainnya yang disyaratkan sesuai perundang- undangan.

F.    Sanksi Pelanggaran Tata Ruang

1.     Sanksi Administratif

Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dikenai sanksi administratif yaitu dapat berupa:

1.     peringatan tertulis;

2.     penghentian sementara kegiatan;

3.     penghentian sementara pelayanan umum;

4.     penutupan lokasi;

5.     pencabutan izin;

6.     pembatalan izin;

7.     pembongkaran bangunan;

8.     pemulihan fungsi ruang; dan/atau

9.     denda administratif.

 

2.     Sanksi pidana

Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang dipidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

Jika tindak pidana tersebut mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp2,5 miliar. Jika mengakibatkan kematian orang, pelaku dipidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda paling banyak Rp8 miliar.

Kemudian jerat pidana bagi setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai rencana tata ruang yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang adalah pidana penjara paling lama 3 tahun dan pidana denda paling banyak Rp1 miliar.

Bila tindak pidana tersebut dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 1/3 kali dari pidana denda yang ditetapkan. Selain itu, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan perizinan berusaha dan/atau pencabutan status badan hukum.

3.     Sanksi Pelanggaran Tata Ruang bagi Pejabat

Selain bagi masyarakat, sanksi pelanggaran tata ruang juga berlaku bagi pejabat pemerintah. Pada dasarnya setiap pejabat pemerintah yang berwenang dilarang menerbitkan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Tindakan pejabat pemerintah tersebut diancam dengan Pasal 17 angka 36 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 73 UU Tata Ruang yaitu setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. Selain sanksi pidana, pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DASAR HUKUM:

 

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;

Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

 

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar