Rabu, 11 Desember 2024

Menganalisis Kasus Rempang Latar belakang, Isu, Faktor, Analisis apa yang di gunakan, Solusi dan kesimpulan pada kasus yang di angkat.

 

A.    Latar Belakang

Konflik tanah di rempang  di awali pada tahun 1980-an yang mana terdapat perjanjian antara presiden Soeharto terkait dengan hak pengelolaan yang kemudian di serahkan kepada BP Batam, awalnya hanya terdapat 16 kampung yang tidak disentuh oleh otoritas BP Batam, namun padatahun 2002 BP Batam mulai mengambil tanda tangan hak guna pakai dengan tujuan untuk membangun kawasan industri dan implikasinya terjadinya overlapp antara tanah adat yang ada pada kawasan rempang dan di percayai oleh masyarakat adat remapang yang telah ada sejak leluhur. Dilanjutkan pada tahun 2023 langsung di tandatangani oleh menteri Investasi PSN. Yang mana kemudian masyarakat tidak terima karena adanya relokasi namun bukan menolak adanya proyek investasi. Beberapa penolakan relokasi karena justifikasi bahwa :

1.     Mata pencaharian warga merupakan nelayan yang mana relokasi ditempatkan pada Kawasan perkotaan sehingga aktivitas biasa masayrakat jauh untuk mencari mata pencaharian seperti nelayan.

2.     Terdapat tanah leluhur yang sudah ada sejak lama dan di ambil alih oleh BP Batam dan juga terdapat kawasan TPU yang di jadikan kawasan Investasi oleh BP Batam.

3.     Adanya selisih paham anatar masyarakat asli Rempang dengan Masyarakat pendatang yang ada di wikayah Rempang.

 

B.    Isu dan faktor

Dengan adanya investasi PSN dimaksudkan untuk pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Menurut keterangan dari BP Batam pulau rempang merupakan seluruhnya adalah kawasan hutan konservasi sementara dalam aturan Rencana Tata Ruang Wilayah Kepulauan Riau (KEPRI) pulau Rempang disebut didalamnya sebagai kawasan hutan lindung. Tetapi dalam peraturan pemerintah 23 tahun 2021 tentang penyelenggaraan kehutanan pasal 24 menyatakan hutan lindung dan konservasi boleh di lepaskan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) kemudian dalam Surat Keterangan Walikota Batam tahun 2004 yang menyatakan bahwa kampung tua tidak boleh di jadikan hak pengelolaan lahan (HPL). Sementara pada tahun 2019 Menteri ATR/BPN membangikan sekitar 1.406 sertifikat tanah di 3 lokasi kampung tua kota batam. Secara tidak langsung bahwa pengakuan tanah atas kampung tua di pulau Batam berlaku juga pada kampung tua lainnya.

C.    Analisis

BP Batam dalam hal ini merasa bahwa lahan yang ditelah di serahkan oleh pihak pemerintah merupakan hak pengelolaan lahan (HPL) sehingga lahan yang memiliki penghuni akan dilakukan relokasi karena adanya Proyek Strategis Nasional (PSN) namun berbanding terbalik dengan belum adanya aturan dan perundang undangan yang mengikat regulasi terkait dengan status kawasan Batam sebagai kawasan ekonomi khusus. Sehingga sampai saat ini masih adanya perdebatan antara masyarakat adat yang ada di pulau rempang dengan BP Batam menyebabkan terjadinya konflik. Konflik ini mencerminkan tantangan yang lebih besar dalam pembangunan berkelanjutan bagimana kita mencapai pertumbuhan ekonomi tanpa merusak lingkungan dan mengorbankan hak masyarakat lokal.

D.    Kesimpulan

Solusi yang di tawarkan pada pemerintah dan pihak yang akan melaksanakan pembangunan kawasan Strategis Nasional pada Pulau Rempang, yaitu :

1.     Meminta Pemerintah meninjau kembali Pengembangan Kawasan Pulau Rempang Eco City sebagai PSN berdasarkan Permenko RI Nomor 7 tahun 2023.

2.     Meminta ATR BPN tidak menerbitkan APL di lokasi Pulau Rempang mengingat bepotensi pelanggaran HAM.

3.     Relokasi harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan dan sudah tersedia sesuai kebutuhan

4.     Pemerintah harus melakukan dialog dan sosialisasi yang cukup dan baik atas rencana pengembangan dan relokasi tersebut

5.     Pemerintah harus menghargai keinginan dari masyarakat terdampak untuk tidak pindah lokasi sehingga tidak perlu merelokasi warga

6.     Tidak menggunakan cara kekerasan dengan pelibatan aparat dalam proses relokasi dan hal terkait PSN di Pulau Rempang.

7.     Pelaksanaan Proyek Rempang Eco City tersebut dapat dituangkan dalam kebijakan yang transparan, dan dikonsultasikan dengan masyarakat yang terdampak pada Pulau Rempang.

0 komentar:

Posting Komentar