Rabu, 11 Desember 2024

Perencanaan Penggunaan Lahan Perkotaan

 

”Perencanaan Penggunaan Lahan Perkotaan”

Pengertian yang luas digunakan tentang lahan ialah suatu daerah permukaan daratan bumi yang ciri‐cirinya mencakup segala tanda pengenal, baik yang bersifat cukup mantap maupun yang dapat diramalkan bersifat mendaur, dari biosfer, atmosfer, tanah, geologi, hidrologi dan populasi tumbuhan dan hewan, serta hasil kegiatan manusia pada masa lampau dan masa kini, sejauh tanda‐tanda pengenal tersebut memberikan pengaruh murad atas penggunaan lahan oleh manusia pada masa kini dan masa mendatang (Notohadiprawiro, 1991).

Sedangkan Chapin, F. Stuart dan Edward J. Kaiser (1979), memberikan pengertian lahan pada dua skala yang berbeda yaitu lahan pada wilayah skala luas dan pada konteks skala urban. Dalam lingkup wilayah yang luas, lahan adalah resource (sumber) diperolehnya bahan mentah yang dibutuhkan untuk menunjang keberlangsungan kehidupan manusia dan kegiatannya. Dalam konteks resource use lahan diklasifikasikan kedalam beberapa kategori, yaitu pertambangan, pertanian, pengembalaan dan perhutanan.

Penggunaan lahan saat ini dirasakan semakin penting karena laju pertumbuhan penduduk yang tinggi membuat penggunaan lahan oleh manusia pada daerah yang luas dan tersebar benar-benar sangat kompleks. Penggunaan lahan pada saat sekarang (present land use) merupakan pertanda adanya dinamika dari eksploitasi oleh manusia (baik secara perorangan maupun masyarakat) terhadap sekumpulan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya. Kota dengan segala sarana dan fasilitasnya merupakan tempat bagi penduduk untuk melakukan berbagai macam aktivitas. Bertambahnya jumlah penduduk baik itu disebabkan oleh pertambahan alami maupun migrasi berimplikasi pada semakin besarnya tekanan penduduk atas pemanfaatan lahan kota. Bentuk penggunaan lahan suatu perkotaan mencerminkan aktivitas penduduk di wilayah tersebut. Bertambahnya jumlah penduduk baik itu disebabkan oleh pertambahan alami maupun migrasi berimplikasi pada semakin besarnya tekanan penduduk atas pemanfaatan lahan kota. Tuntutan akan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal atau kawasan hunian serta untuk sarana menunjang fasilitas-fasilitas lain dan pendukungnya juga semakin meningkat.

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik dalam keperluan produksi pertanian, perkebunan, industri, jasa serta permukiman mendorong lahirnya pemikiran tentang bagaimana mengambil keputusan pemanfaatan lahan yang paling menguntungkan dari sumber daya yang terbatas. Dengan keadaan seperti ini perlu suatu perencanaan penggunaan lahan dan penataan kembali penggunaan lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu perlu dilakukan kesesuaian penggunaan lahan agar bentuk penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu dapat berjalan dengan baik. Hal ini akan menjadi persoalan bagi perencana, pengelola kota maupun penduduk itu sendiri apabila penggunaannya tidak sesuai dengan pemanfaatan yang semestinya.

            Penggunaan Lahan menurut Sandy (1977:24), dikatakan bahwa penggunaan lahan perkotaan diklasifikasikan sebagai berikut;

1.     lahan permukiman, meliputi perumahan termasuk pekarangan dan lapangan olah raga;

2.     lahan jasa, meliputi perkantoran pemerintah dan swasta, sekolahan, puskesmas dan tempat ibadah;

3.     lahan perusahaan, meliputi pasar, toko,kios dan tempat hiburan; dan

4.     lahan industri, meliputi pabrik dan percetakan.

Penggunaan Lahan Perkotaan Secara umum, pola penggunaan lahan perkotaan memiliki 3 ciri (Sadyohutomo, 2006:71), antara lain :

1.     Pemanfaatannya dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh populasi penduduk yang lebih tinggi dari kawasan pedesaan. Dengan demikian, dalam pasar investasi tingkat permintaan akan lahan juga tinggi dan nilai guna lahan kawasan perkotaan cenderung lebih tinggi pula.

2.     Adanya keterkaitan yang erat antar unit-unit penggunaan tanah.

3.     Ukuran unit-unit penggunaan lahan didominasi luasan yang relatif kecil. Hal ini sangat berbeda dengan kawasan pedesaan yang memungkinkan sebentang lahan yang luas memiliki satu fungsi yang sama sehingga cocok untuk kegiatan budi daya agraria.

 Secara umum, klasifikasi penggunaan tanah pada kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi 7 jenis (Sadyohutomo, 2006: 72) , antara lain :

1.     Perumahan, berupa kelompok rumah sebagai tempat tinggal lengkap dengan prasarana dan sarana lingkungan.

2.     Perdagangan, berupa tempat transaksi barang da jasa yang secara fisik berupa bangunan pasar, toko, pergudangan dan lain sebagainya.

3.     Industri, adalah kawasan untuk kegiatan proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang setangah jadi atau barang jadi.

4.     Jasa, berupa kegiatan pelayanan perkantoran pemerintah, semi komersial, kesehatan, sosial, budaya dan pendidikan.

5.     Taman, adalah kawasan yang berfungsi sebagai ruang terbuka publik, hutan kota dan taman kota.

6.     Perairan, adalah areal genangan atau aliran air permanen atau musiman yang terjadi secara buatan dan alami.

7.     Lahan kosong, berupa lahan yang tidak dimanfaatkan

Selaras dengan perkembangan kota dan aktivitas penduduknya maka lahan di kota terpetak-petak sesuai dengan peruntukkannya. Jayadinata (1992: 101) mengemukakan bahwa tata guna tanah perkotaan menunjukan pembagian dalam ruang dan peran kota.

Klasifikasi penggunaan lahan dikota terbagi atas beberapa, yaitu;

1.     Lahan kawasan lindung

2.     Lahan konstruksi

3.     Lahan industry manufaktur

4.     Lahan transportasi

5.     Lahan komunikasi

6.     Lahan utilitas umum

7.     Lahan perdagangan grosir

8.     Lahan perdagangan eceran

9.     Lahan perumahan mewah

10.  Lahan asuransi

11.  Lahan keuangan

12.  Lahan jasa pelayanan

13.  Lahan pemerintahan

14.  Lahan pendidikan

Terkait dengan bentuk distribusi keruangan pemanfaatan lahan, terdapat beberapa teori mengenai bentuk distribusi keruangan. Ada tiga bentuk keruangan penggunaan lahan permukiman/perumahan terutama di daerah perdesaan. Tiga pola pokok yang dia kemukakan adalah :

1.     Nucleated Agriculture Village Community

Komunitas desa yang terpusat atau nucleated village adalah pola pemukiman di mana rumah-rumah dibangun berdekatan dalam satu area yang terorganisir. Ini sering kali terjadi di daerah yang direncanakan, di mana rumah-rumah dan fasilitas umum seperti pasar dan tempat ibadah berada dalam jarak yang dekat. Pola ini memudahkan interaksi sosial dan pengelolaan sumber daya secara efisien.

2.     Line Village Community

Komunitas desa garis atau line village adalah tipe pemukiman di mana rumah-rumah dibangun dalam satu garis panjang, biasanya di sepanjang jalan atau sungai. Tipe ini sering ditemukan di daerah yang memiliki lahan terbatas, di mana pemukiman harus mengikuti bentuk geografis yang ada. Komunitas ini memungkinkan akses yang lebih mudah ke sumber daya alam dan transportasi, tetapi mungkin mengurangi interaksi sosial dibandingkan dengan komunitas terpusat.

3.     Open country or trade center community

Komunitas terbuka atau trade center community adalah tipe pemukiman yang berfungsi sebagai pusat perdagangan. Komunitas ini biasanya terletak di daerah yang lebih terbuka dan tidak terikat pada pola pemukiman tertentu. Mereka sering kali menjadi titik pertemuan bagi pedagang dan petani, memungkinkan pertukaran barang dan jasa. Komunitas ini dapat berkembang menjadi pusat ekonomi yang penting, menarik penduduk dari daerah sekitarnya.

Sedangkan Yunus (2008) menjelaskan teori tentang distribusi keruangan pemanfaatan lahan khususnya untuk Wilayah Peri Urban (WPU) yaitu teori Land Use Triangle : Continuum. Teori ini merupakan teori yang dianggap paling sesuai untuk WPU di negara‐negara berkembang. Dalam teori ini WPU merupakan wilayah yang ditandai oleh percampuran kenampakan fisikal kekotaan dan kedesaan dengan variasi proporsi percampuran dalam kisaran <100% kenampakan kedesaan maupun <100% kenampakan kekotaan. Percampuran terjadi secara kontinum makin ke arah lahan kekotaan terbangun utama, maka semakin besar proporsi lahan kekotaan dan makin jauh dari lahan terbangun utama makin besar proporsi lahan kedesaannya. Yunus (2008) menemukan 4 zona pada wilayah peri urban yaitu :

1.     Zona bingkai kota (zobikot)

2.     Zona bingkai kota‐desa (zobikodes)

3.     Zona bingkai desa‐kota (Zobidekot)

4.     Zona bingkai desa (Zobides).

 

            Perencanaan penggunaan lahan di kawasan perkotaan menjadi semakin penting seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan pertumbuhan populasi. Proses ini bertujuan untuk mengatur dan mengelola ruang kota agar dapat digunakan secara efisien dan berkelanjutan. Penggunaan lahan yang tidak terencana dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti kemacetan, polusi, dan penurunan kualitas hidup masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang konsep dan praktik perencanaan penggunaan lahan sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih baik.

            Penggunaan lahan perlu ditata dan direncanakan sesuai dengan fungsi dan karakteristik lahan, sehingga tercipta ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Banyak contoh kasus kerugian yang disebabkan oleh ketidaksesuaian penggunaan lahan. Salah satu contoh dampak dari ketidaksesuaian penggunaan lahan adalah masalah banjir yang timbul sebagai akibat dari ketidaksesuaian penggunaan lahan. Misalnya, lahan yang seharusnya diperuntukkan bagi daerah resapan air digunakan bagi pembangunan permukiman. Perencanaan penggunaan lahan seperti ini dikenal dengan nama perencanaan tata guna lahan yang merupakan salah satu bentuk perwujudan fisik dari perencanaan tata ruang.

 

 

Daftar Pustaka

 

Chapin F. Stuart and Edward J. Kaiser. 1979. Urban Land Use Planning. University Chicago: University of Illionis Press.

Jayadinata, Johara T., Tata Guna Tanah dalam Perencanaan Pedesaan, Perkotaan dan Wilayah,

Ritohardoyo, Su. 2009. Pemanfaatan lahan hutan rakyat dan kehidupan sosial ekonomi penduduk : Kasus di daerah Kabupaten Gunung Kidul. Disertasi, Sekolah Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Sandy, I Made, Tata Guna Lahan Perkotaan dan Pedesaan, Jakarta: Penerbit Bharata Anindya, 1977.Bandung: ITB Bandung, 1992.

Sadyohutomo. (2006). Penatagunaan tanah. Penerbit Aditya Media Yogyakarta

Yunus, S. Hadi, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

Yunus, Hadi Sabari. 2008. Dinamika Wilayah Peri‐Urban: Deterninan Masa Depan Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

0 komentar:

Posting Komentar